ANALISIS YURIDIS PROGRAM LANDREFORM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NOMOR 5 TAHUN 1960 (STUDY DESA SIDOMULYA KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA

ERYADI - A11112014

Abstract


Rumah yang layak huni adalah rumah yang memanuhi parsyaratan kasalamatan bangunan, dan kecukupan minimum luas bangunan, serta kasehatan penghuni. Yang dimaksud tata bangunan dan lingkungan adaiah kegiatan pembangunan untuk marencanakan, malaksanakan, mamperbaiki, mangembangkan, atau melestarikan bangunan dan lingkungan tartentu sasuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pangendalian bangunan gedung dan lingkungan sacara optimal,yang tardiri atas proses parancanaan teknis dan peiaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelastarian dan perbaikan bangunan gedung dan lingkungan. Parancanaan dan parancangan rumah dilakukan oleh satiap orang yang mamiliki keahlian di bidang parencanaan dan perancangan rumah sesuai dengan ketentuan paraturan parundang-undangan. Yang dimaksud dangan setiap orang yang mamiliki keahlian adaiah satiap orang yang memiliki sertifikat keahiian yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kompatensi. Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi prasyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis. Yang dimaksud persyaratan teknis, antara Iain persyaratan tentang struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kanyamanan yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasiIitas lingkungan. Yang dimaksud persyaratan administratif, antara Iain perizinan usaha dari perusahaan pambangunan perumahan, izin Iokasi, peruntukannya, status hak atas tanah, dan atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dan Pasal 47  Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2011  memberikan persyaratan untuk satuan permukiman dimanaa pihak pengembang (develover) dalam membuka kawasan pemukiman baru berkewajiban untuk menyediakan dan melakukan peningkatan terhadap prasarana, sarana dan utilitas umum, seperti penyedian dan peningkatan mutu jalan, saluran air (drianase), dan sarana umum lainnya, seperti penyediaan lahan untuk fasilitas umum  dan fasiulitas sosial lainnya  (ruang terbuka hijau/rumah ibadah) Tanah merupakan sumber kehidupan seluruh mahluk hidup yang ada di bumi, termasuk sumber kehidupan bagi manusia dalam rangka untuk mempertahankan kehidupan dan kesempurnaan hidupnya. Oleh karena tanah merupakan sumber kehidupan manusia, maka  manusia tidak dapat dipisahkan dengan tanah dan ini menimbulkan hubungan saling ketergantungan dan saling menguntungkan diantara keduanya. Hubungan tanah dan manusia diwujudkan  tata susunan pemilikan dan penguasaan tanah, dan ini memberikan pengaruh kepada pola hubungan antar manusia sendiri Hubungan antar manusia dengan tanah merupakan hubungan yang bersifat fungsional, dimana tanah memiliki fungsi-fungsi terhadap manusia. Tanah memiliki fungsi sarana pemersatu, ini dapat dilihat dari manfaatnya sebagai tempat tinggal bersama di wilayah tertentu, sehingga terlihat keterkaitan masyarakat dengan tanah di tempat mereka hidup. Pada fungsi tanah sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup lainnya tergantung dan saling menguntungkan diantara keduanya. Hubungan tanah dan manusia diwujudkan  tata susunan pemilikan dan penguasaan tanah, dan ini memberikan pengaruh kepada pola hubungan antar manusia sendiri Fungsi lain dari tanah juga merupakan sumber status yang penting untuk menunjukkan “keberadaan” seseorang. Semakin banyak bidang tanah yang dimiliki maka menunjukkan bahwa orang tersebut semakin berada atau kaya dan dihormati oleh orang lain. Sebagai simbol status orang selalu menginginkan tanah yang luas, bidang tanah yang lebih banyak dan terletak di kawasan yang strategis. Tanah sebagai simbol status merupakan salah satu motif pendorong untuk menguasai tanah. Persoalan yang timbul dari hubungan manusia dengan tanah sebenarnya tidak disebabkan oleh kondisi tanah baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Yang menjadi masalah ialah terjadinya penguasaan tanah yang timpang, dimana ada yang tidak menguasai, dan di pihak lain ada yang menguasai dalam jumlah yang sangat luas. Permasalahan hubungan manusia dengan tanah pada saat ini menjadi masalah yang sangat krusial karena sistem pemilikan tersebut mengakibatkan munculnya perbedaan akses manusia terhadap suatu proses produksi, hubungan produksi, atau hasil produksi. Dalam konteks  masa kini  masalah penguasaan sumber-sumber agraria menjadi masalah yang sangat krusial Dalam perkembangannya, pemerintah orde baru memanfaatkan situasi ini dengan tidak menggunakan landreform sebagai arah politik agraria nasional. Lebih jauh melalui represi politik dan budaya, pemerintah Orba menempatkan masalah landreform sebagai hal yang ketinggalan jaman, dan untuk itu patut ditinggalkan, Sehingga Tanggal 24 September 1960 tercatat sebagi tanggal sejarah bagi perkembangan Hukum Agraria Indonesia, karena tanggal itu diundangkan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Salah satu bagian yang terpenting dalam UU itu adalah yang berkaitan dengan landreform Agar supaya semboyan ini dapat diwujudkan perlu diadakan ketentuan-ketentuan lainya. Misalnya perlu ada ketentuan tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh orang tani, supaya ia mendapat penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya (Pasal 13 yo Pasal 17 ). Pula perlu ada ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak milik (Pasal 17), agar dicegah tertumpuknya tanah ditangan golongan-golongan yang tertentu saja. Dalam hubungan ini pasal 7 memuat suatu azas yang penting, yaitu bahwa pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan, karena hal yang demikian itu adalah merugikan kepentingan umum. Diwilayah Kabupaten Kubu Raya Kecamatan Rasau Jaya Desa Sido Mulya, merupakan salah satu wilayah yang di jadikan pelaksanaan Landreform, melalui proses Ajudikasi pertanahan Tahun 2004 dan Tahun 2007, yang  mengkonversi Lahan seluas kurang lebih  300 Ha, yang diperuntukan kepada Petani dalam kawasan Pengembangan Transmiggrasi Tahun 1972, tetapi berdasarkan pengamatan awal bahwa diatas lahan yang dijadikan Obyek Landrefor melalui Proses Ajudikasi tersebut, telah terdaftar sertifikat sebelumnya, dengan peruntukan yang sama Secara yuridis, permasalahan ini terletak pada efektivitas peraturan perundang-undangan yang mengatur program landreform itu sendiri, di mana salah satu asasnya adalah "Larangan pemilikan tanah secara absentee". Efektivitas yang secara teoritis dapat dilihat dari berlakunya suatu peraturan secara filosofis, yuridis dan sosiologis

 

Kata kunci : Fasilitas umum dan Fasilitas Sosial.



Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013