PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PENGINGKARAN JANJI KAWIN

Vania Madeline Jevera, Fajar Sugianto, Sanggup Leonard Agustian

Abstract


Abstract

 

Dating relationships basically do not cause any legal responsibility, so the courtship period is not a legal relationship like husband and wife. Therefore, there are no rights and obligations that arise between two lovebirds who are dating to the extent that one party among several parties feels aggrieved then that is where the obligation to ask for accountability is demanded. In the period of dating, men often make verbal promises to their lovers without written evidence, for example saying marriage vows. The broken marriage promise certainly causes material and immaterial losses for a woman, so she sues the man to provide compensation. Kudus District Court Number 17/Pdt.G/2016/PN.Kds as a breach of contract, not an act against the law. The research method used is the normative juridical method with the assessment using a conceptual approach, a statutory approach and a case approach.The results of this study indicate that the act of breaking the marriage promise in the Decision of the Kudus District Court Number 17/Pdt.G/2016/PN.Kds is an unlawful act because the basis of the lawsuit fulfills the elements contained in Article 1365 of the Civil Code, namely: the existence of an act, the act must be against the law, there is a loss, there is a causal relationship (causality) between the act against the law and the loss and there is an error. So that the aggrieved party can ask for responsibility for unlawful acts in the form of compensation for both material and immaterial losses to the Defendant.

 

Abstrak

 

Hubungan berpacaran pada dasarnya tidak menimbulkan tanggung jawab hukum apapun, sehingga masa pacaran bukan merupakan hubungan hukum layaknya seperti suami istri. Oleh karena itu, tidak ada hak dan kewajiban yang timbul di antara dua sejoli yang berpacaran sampai dimana ada salah satu pihak di antara beberapa pihak merasa dirugikan maka di sanalah dapat dituntut kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban. Dalam masa berpacaran kerap kali laki-laki mengumbar janji-janji lisan kepada kekasihnya tanpa bukti tertulis, misalnya mengucapkan janji kawin. Janji kawin yang diingkari tersebut tentunya menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi seorang wanita, sehingga ia menggugat si laki-laki untuk memberikan kompensasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji pertanggungjawaban hukum pengingkaran janji kawin dan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan Putusan Pengadilan Negeri Kudus Nomor 17/Pdt.G/2016/PN.Kds tersebut sebagai wanprestasi bukan PMH (Perbautan Melawan Hukum). Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif dengan pengkajian menggunakan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun hasil penelitian ini menunjukan bahwa perbuatan pengingkaran janji kawin dalam Putusan Pengadilan Negeri Kudus Nomor 17/Pdt.G/2016/PN.Kds merupakan PMH karena dasar gugatannya memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yaitu: adanya suatu perbuatan, perbuatan tersebut harus melawan hukum, adanya kerugian, dan adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara PMH dengan kerugian dan adanya kesalahan. Sehingga pihak yang dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban PMH berupa ganti kerugian baik kerugian materiel maupun kerugian imateriel kepada Tergugat.


Keywords


breaking marriage promise; default; unlawful act

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.26418/tlj.v6i2.52529

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


This work is licensed under  Creative Commons Attribution 4.0 International License