PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMANFAATAN RUANG KOTA DITINJAU DARI PERSPEKTIF BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG (Studi Di Wilayah Kota Pontianak)
Abstract
ABSTRACT
This thesis discusses the issue of Law Enforcement Crime City Land Use Applicability be reviewed From Perspective of Law Number 26, 2007 on Spatial Planning (Studies in Urban Pontianak City). From the results of research using normative legal research methods and sociological conclusion that: 1. Formulation premise of criminal sanctions under the Act No. 26, 2007 on Spatial Planning refers to the norms sanctioned as the norm enforcement, criminal system, the purpose of punishment and the subject matter of the criminal law, has three main elements, namely: "crime", "accountability criminal "and" civil and criminal ". The third issue is what is the main sub-systems of the whole criminal system is a reflection of the dualistic view. 2 Law enforcement crime Pontianak city spatial planning with regard to Case WR Supratman Square Building is still good as it should be implemented by the Regional Regulation No. 4 of 2002 and Law Number. 26, 2007 on Spatial Planning Jo Government Regulation Number 15, 2010, due to: a. There Ketidakcermatan Mayor / Office of Housing Spatial Planning and the City of Pontianak in granting building permits WR Supratman Square. b. There are indications kongkalingkong between owners WR Supratman Square with apparatus Mayor / Mayor / Office of Housing Spatial Planning and the City of Pontianak. c. Weakness sanctions norms formulated in Article 69 of Regulation No. 4 of Pontianak City 2002 on Spatial Planning (Spatial), which only specify imprisonment sanction a maximum of 6 (six) months and a maximum fine of Rp. 100.000.000, - (one hundred million rupiah) to the offense of the region, business licenses, building designation, and placement location that is not in accordance with the conditions set by the city government. d. There is no courage both the mayor and the Department of Spatial Planning and Settlement of Pontianak to withdraw / revoke a building permit intended. e. Raperda spatial plans Pontianak in 2012 - 2032 which has been approved by the Minister of Public Works No. HK.0103-Dr/316 dated June 19, 2012, but until now has not been authorized by the Ministry of the Interior. Furthermore suggested, sehubngan by filing draft Management Plan has been Rang district of Pontianak in 2012 - 2032 which has been approved by the Minister of Public Works No. HK.0103-Dr/316 dated June 19, 2012, for approval of the Minister of the Interior, then the cases established buildings that deviate dariperuntukankawasan like WR Supratman Square, legal action can be carried out in accordance with Article 73 of Law No. 26 of 2007, and the origin of 61, Article 62 and Article 63 of Law Number 26, 2007 in conjunction with the Government Regulation Number 15, 2010.
3
ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemanfaatan Ruang Kota Dintinjau Dari Perspektif Berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Studi Di Wilayah Kota Pontianak). Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif dan sosiologis diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Dasar pikiran formulasi sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mengacu pada norma sanksi sebagai norma penegak, sistem pemidanaan, tujuan pemidanaan dan masalah pokok dalam hukum pidana, memiliki tiga elemen utama, yaitu : “tindak pidana”, “pertanggungjawaban pidana”, dan “pidana dan pemidanaan”. Ketiga masalah pokok inilah yang merupakan sub-sub sistem dari keseluruhan sistem pemidanaan yang merupakan refleksi dari pandangan dualistis. 2 Penegakan hukum tindak pidana penataan ruang kota Pontianak yang berkenaan dengan Kasus Bangunan WR Supratman Square masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya baik berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 maupun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Jo Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010, disebabkan: a. Ada ketidakcermatan Walikota/Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Pontianak dalam pemberian izin bangunan WR Supratman Square. b. Ada indikasi kongkalingkong antara pemilik WR Supratman Square dengan aparat Walikota/ Walikota/Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Pontianak. c. Kelemahan norma sanksi yang diformulasikan dalam Pasal 69 Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang hanya menentukan sanksi pidana kurungan maksimal 6 (enam) bulan dan denda maksimal Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) terhadap pelanggaran penyalahgunaan kawasan, ijin usaha, peruntukan bangunan, dan penempatan lokasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah Kota Pontianak. d. Tidak ada keberanian baik dari Walikota Pontianak maupun Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Pontianak untuk menarik/mencabut izin bangunan dimaksud. e. Raperda rencana tata ruang wilayah Kota Pontianak tahun 2012 – 2032 yang sudah mendapat persetujuan Menteri Pekerjaan Umum Nomor HK.0103-Dr/316 tanggal 19 Juni 2012, namun sampai kini belum disahkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya disarankan, sehubngan dengan telah diajukannya Raperda Rencana Tata Rang Wilayah Kota Pontianak tahun 2012 – 2032 yang sudah mendapat persetujuan Menteri Pekerjaan Umum Nomor HK.0103-Dr/316 tanggal 19 Juni 2012, untuk disahkan Menteri Dalam Negeri, maka terhadap kasus-kasus mendirikan bangunan yang menyimpang dariperuntukankawasan seperti WR Supratman Square, dapat dilakukan tindakan hukum sesuai Pasal 73 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, dan asal 61, Pasal 62 serta Pasal 63 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010.
This thesis discusses the issue of Law Enforcement Crime City Land Use Applicability be reviewed From Perspective of Law Number 26, 2007 on Spatial Planning (Studies in Urban Pontianak City). From the results of research using normative legal research methods and sociological conclusion that: 1. Formulation premise of criminal sanctions under the Act No. 26, 2007 on Spatial Planning refers to the norms sanctioned as the norm enforcement, criminal system, the purpose of punishment and the subject matter of the criminal law, has three main elements, namely: "crime", "accountability criminal "and" civil and criminal ". The third issue is what is the main sub-systems of the whole criminal system is a reflection of the dualistic view. 2 Law enforcement crime Pontianak city spatial planning with regard to Case WR Supratman Square Building is still good as it should be implemented by the Regional Regulation No. 4 of 2002 and Law Number. 26, 2007 on Spatial Planning Jo Government Regulation Number 15, 2010, due to: a. There Ketidakcermatan Mayor / Office of Housing Spatial Planning and the City of Pontianak in granting building permits WR Supratman Square. b. There are indications kongkalingkong between owners WR Supratman Square with apparatus Mayor / Mayor / Office of Housing Spatial Planning and the City of Pontianak. c. Weakness sanctions norms formulated in Article 69 of Regulation No. 4 of Pontianak City 2002 on Spatial Planning (Spatial), which only specify imprisonment sanction a maximum of 6 (six) months and a maximum fine of Rp. 100.000.000, - (one hundred million rupiah) to the offense of the region, business licenses, building designation, and placement location that is not in accordance with the conditions set by the city government. d. There is no courage both the mayor and the Department of Spatial Planning and Settlement of Pontianak to withdraw / revoke a building permit intended. e. Raperda spatial plans Pontianak in 2012 - 2032 which has been approved by the Minister of Public Works No. HK.0103-Dr/316 dated June 19, 2012, but until now has not been authorized by the Ministry of the Interior. Furthermore suggested, sehubngan by filing draft Management Plan has been Rang district of Pontianak in 2012 - 2032 which has been approved by the Minister of Public Works No. HK.0103-Dr/316 dated June 19, 2012, for approval of the Minister of the Interior, then the cases established buildings that deviate dariperuntukankawasan like WR Supratman Square, legal action can be carried out in accordance with Article 73 of Law No. 26 of 2007, and the origin of 61, Article 62 and Article 63 of Law Number 26, 2007 in conjunction with the Government Regulation Number 15, 2010.
3
ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemanfaatan Ruang Kota Dintinjau Dari Perspektif Berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Studi Di Wilayah Kota Pontianak). Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif dan sosiologis diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Dasar pikiran formulasi sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mengacu pada norma sanksi sebagai norma penegak, sistem pemidanaan, tujuan pemidanaan dan masalah pokok dalam hukum pidana, memiliki tiga elemen utama, yaitu : “tindak pidana”, “pertanggungjawaban pidana”, dan “pidana dan pemidanaan”. Ketiga masalah pokok inilah yang merupakan sub-sub sistem dari keseluruhan sistem pemidanaan yang merupakan refleksi dari pandangan dualistis. 2 Penegakan hukum tindak pidana penataan ruang kota Pontianak yang berkenaan dengan Kasus Bangunan WR Supratman Square masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya baik berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 maupun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Jo Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010, disebabkan: a. Ada ketidakcermatan Walikota/Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Pontianak dalam pemberian izin bangunan WR Supratman Square. b. Ada indikasi kongkalingkong antara pemilik WR Supratman Square dengan aparat Walikota/ Walikota/Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Pontianak. c. Kelemahan norma sanksi yang diformulasikan dalam Pasal 69 Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang hanya menentukan sanksi pidana kurungan maksimal 6 (enam) bulan dan denda maksimal Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) terhadap pelanggaran penyalahgunaan kawasan, ijin usaha, peruntukan bangunan, dan penempatan lokasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah Kota Pontianak. d. Tidak ada keberanian baik dari Walikota Pontianak maupun Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Pontianak untuk menarik/mencabut izin bangunan dimaksud. e. Raperda rencana tata ruang wilayah Kota Pontianak tahun 2012 – 2032 yang sudah mendapat persetujuan Menteri Pekerjaan Umum Nomor HK.0103-Dr/316 tanggal 19 Juni 2012, namun sampai kini belum disahkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya disarankan, sehubngan dengan telah diajukannya Raperda Rencana Tata Rang Wilayah Kota Pontianak tahun 2012 – 2032 yang sudah mendapat persetujuan Menteri Pekerjaan Umum Nomor HK.0103-Dr/316 tanggal 19 Juni 2012, untuk disahkan Menteri Dalam Negeri, maka terhadap kasus-kasus mendirikan bangunan yang menyimpang dariperuntukankawasan seperti WR Supratman Square, dapat dilakukan tindakan hukum sesuai Pasal 73 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, dan asal 61, Pasal 62 serta Pasal 63 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Publisher :
Program Studi Magister Hukum
Universitas Tanjungpura
ISSN: 0216-2091