KESESUAIAN ANTARA PUTUSAN HAKIM DAN PEMBINAAN DILAPAS KELAS II A PONTIANAK DALAM HUBUNGAN TIMBULNYA RESIDIVIS
Abstract
Kedudukan hakim sebagai penegak hukum sangat terhormat dimata masyarakat, karena tanggung jawab yang sangat berat. karena itu seorang hakim tidaklah hanya berfungsi sebagai corong Undang-undang yang menganggap pasal-pasal hukum sebagai satu-satunya sumber hukum.Maka putusan berpengaruh juga nantinyaterhadap pembinaan napi di lembaga pemasyarakatan nya karena pembinaan napi harus sesuai dengan apa yang dibutuh kan napi agar pembinaan di lembaga pemasyarakatan itu menjadi solusi sehingga dapat memecahkan permasalahan dan mewakili kepentingan napi agar tidak mengulangi perbuatan nya (residivis). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode normatif sosiologis dengan pendekatan deskritif analisis. Jenis bahan hukum yang digunakan yaitu berupa bahan hukum primer dan sekunder.tekhnik pengolahan bahan hukum yaitu dengan wawancara sebagai informan. Berdasarakan penelitian yang dilakukan didapatkan kesimpulan tentang bahwa tidak dilampirkan nya diputusan hakimpengadilan negeritentang pembinaan apa yang cocok untuk membina narapidana.Sehingga semua narapidana dilapas kelas II A pontianak pembinaan nya di samaratakan walaupun latar belakang seseorang melakukan tindak pidana berbeda danbentuk tindak pidananya berbeda. Kesesuaian antara putusan hakim dan pembinaan di lapas kelas II A pontianak belum dapat mewakili kepentingan narapidana atau memecahkan permasalahan narapidana sehingga residivis serta Putusan dan pembinaan terhadap narapidana belum menjadi solusi bagi narapidana untuk tidak mengulangi perbuatannya sehingga residivis di lembaga pemasyarakatan kelas II A pontianak. Kedudukan hakim sangat terhormat dimata masyarakat, karena tanggung jawab yang sangat berat ia harus mempertanggungjawabkan segala putusan yang diambilnya di hadapan tuhan yang maha esa. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan riduan syaharani, dikatakan di dalam hukum inkonkreto ini hakim dan pejabat-pejabat pemerintahan tidak melepaskan diri dari pertanggungjawaban terhadap tuhan, terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, bertanggung jawab terhadap ilmu pengetahuan dan lain-lainnya. Itulah konsekuensi logis terhadap karir yang harus diemban oleh hakim.Dimana terhadap segala bentuk perbuatan tindakannya dalam suatu putusan harus mencerminkan keluhuran dari rasa keadilan masyarakat.Karena itu, kebebasan dan keyakinan hakimlah yang menjadi penentu posisi keobjektifan suatu putusan yang harus mengandung rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat. Kualitas seorang hakim tidak diukur oleh keterampilan dan kemampuan menerapkan pasal-pasal hukum dan memutus perkara secara cepat, tetapi lebih jauh diukur dari keberaniannya memegang teguh asas independen yang melekat di pundaknya.Oleh karena itu seorang hakim tidaklah hanya berfungsi sebagai corong undang-undang yang menganggap pasal-pasal hukum sebagai satu-satunya sumber hukum. Hakim harus mengeksplorasi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat untuk kemudian dikristalisasikan dalam bentuk-bentuk putusan yang terangkum dalam yurisprudensi.Keadaan itulah yang mengharuskan hakim terjun dan menggali serta memakmurkan hukum di tengah-tengah masyarakat. Apabila terjadi putusan yang keliru atau terjadi kesalahan dalam pengambilan putusan maka akan merugikan masa depan, karir, mental serta kehidupan terdakwa dalam sepanjang hidupnya. Karena garis nasib terdakwa ada di tangan hakim yang akan memutus perkara pidana yang akan didakwakan kepadanya dan apabila tedakwa terbukti bersalah dan sudah diputus oleh hakim maka selanjutnya disebut narapidana, maka narapidana harus dibina di lembaga pemasyarakatan, adanya model pembinaan bagi narapidana di dalam tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Seperti halnya yang terjadi jauh sebelumnya, peristilahan penjara pun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan.Tentang lahirnya istilah dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh sahardjo, s.h Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya sistem pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh uu no 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.Uu pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan. Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya (residivis). Agar tidak terjadinya pengulangan tindak pidana yang pernah dilakukan narapidana pembinaan keterampilansebagai salah satu program di yang bertujuan untuk pembinaan narapidana serta memberikan bimbingan keterampilan yangbermanfaat di masyarakat apabila kelak telah habis masa hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Namun pada kenyataan nya dalam perkara tindak pidana pencurian putusan hakim dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan narapidana buktinya masih ada narapidana yang mengulangi perbuatannya (residivis). Yaitu sunarto putro alias sunar bin marsuki diputus 1 tahun di pengadilan negeri pontianak, residivis robi alias bobi bin mangsun diputus 3 bulan di pengadilan negeri pontianak, seharusnya putusan hakim dan dapat memecahkan permasalahan narapidana. Putusan ringan yang diberikan oleh hakim kepada terdakwa tindak pidana pencurian kurang efektif untuk membina narapidana di nantinya karena terlalu singkat dan begitu juga pembinaan yang diberikan terhadap narapidana harus dapat mewakili kepentingan narapidana serta dapat memecahkan permasalahan narapidana. Seperti dokter yang sedang mendiaknosa penyakit pasiennya obat apa yang harus diberikan terhadap pasiennya dan berapa dosisnya agar pasien sembuh sama halnya dengan narapidana agar narapidana dapat menyadari kesalahan nya dan tidak mengulangi perbuatannya (residivis). Seharusnya pembinaan yang diberikan di dapat bermanfaat dan menjadi solusi bagi narapidana agar narapidana bisa kembali kefitrahnya.Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Keyword : putusan hakim, lembaga pemasyarakatan, residivis
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013