KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN TANAH DALAM SENGKETA PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEMPAWAH NOMOR : 03/PDT.G/2013.PN.MPW)
Abstract
Sengketa tanah adalah masalah antara dua orang atau lebih yang berisi pengaduan suatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan – keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Seperti halnya kasus yang terjadi di Parit Rintis Desa Punggur Kecil, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya telah terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan antara pemegang Surat Keterangan Tanah dan pemegang Sertipikat Hak Milik. Sejak tahun 1985, pemegang Surat Keterangan Tanah menguasai dan menggarap sebidang tanah, sejak tahun tersebut tidak ada pihak lain yang keberatan atau mengklaim sebagai tanah miliknya. Baru pada bulan Desember 2012 ada pihak yang datang mengakui bahwa tanah tersebut miliknya, atas dasar Sertipikat Hak Milik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini Metode Empiris yaitu metode yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian dilakukan, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan jenis pendekatan Deskriptif Analisis, yaitu menggambarkan secara umum kemudian menganalisis fakta dan data tersebut untuk memperoleh kesimpulan yang terakhir Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut bahwa pemilik Sertipikat Hak Milik memang tidak mengetahui secara jelas dan pasti letak tanah dan batas – batas tanah. Pemegang Surat keterangan Tanah yang lebih mengetahu secara jelas dan pasti letak tanah, batas – batas dan keadaan fisik tanah. Serta telah menggali parit sebagai pembatas tanah. Setelah dilakukannya serangkaian sidang, sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Mempawah Nomor : 03/PDT.G/2013/PN.MPW pihak yang menang yaitu pemegang Surat Keterangan Tanah karena lebih menguasai fisik tanah dan gugatan yang diajukan oleh Penggugat tidak jelas. Meskipun sudah tercantum dalam pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 bahwa untuk mendapat kepastian hukum bagi pemilik Sertipikat, namun Sertipikat bukan berarti sebagai pemilik atas sebidang tanah, selama tidak ada pihak lain yang membuktikan keabsahannya. Dari sisi hukum hak yang dimiliki oleh surat keterangan tanah ini adalah Hak Preferen ( hak istimewa ) dimana untuk membuktikan adanya Hak Preferen tersebut kembali kepada bukti tulisan. Surat Keterangan Tanah merupakan surat pernyataan sepihak dari penguasa tanah yang diakui dan disetujui oleh sempadan dan diketahui oleh RT, Desa, Lurah. Sehingga Surat Keterangan Tanah bisa saja mengalahkan Sertipikat karena dasar dari Sertipikat adalah surat dasar. Bahwa akibat hukum bagi pemegang Sertipikat selaku pihak yang kalah dalam sengketa ini yaitu belum adanya kepastian hukum atas hak sebidang tanah. Upaya hukum yang dilakukan pemegang Sertipikat sebagai pihak yang belum mendapatkan kepastian hukum atas hak sebidang tanah yaitu dengan mengajukannya Banding. Tanah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, oleh karenanya untuk menjaga agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, dan juga untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah di Indonesia, Pemerintah diwajibkan untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, yang menentukan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Maksud pasal di atas, jelas bahwa perbuatan hukum pendaftaran tanah merupakan suatu peristiwa yang sangat penting, untuk mendapatkan kepastian hukum bagi pemilik tanah. Perbuatan hukum pendaftaran tanah merupakan suatu peristiwa yang sangat penting, karena menyangkut soal penyerahan hak atas tanah, dan hal tersebut merupakan hak keperdataan seseorang. Hak keperdataan adalah merupakan asasi seseorang manusia atau badan hukum yang harus dijunjung tinggi dan dihormati oleh sesama manusia lainnya yang bertujuan untuk adanya kedamaian dalam ikatan kehidupan kemasyarakatan yang dengan adanya pendaftaran tanah tersebut, maka akan mendapat jaminan kepastian hukumnya. Dengan demikian atas dasar hak menguasai tanah dari negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau biasanya disingkat dengan UUPA, baik dengan pendekatan sistematis maupun sporadik. Dalam Pasal 19 UUPA ditentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah harus didaftarkan. Pendaftaran tanah berfungsi untuk melindungi si pemilik tanah. Permasalahan tanah sejak dahulu merupakan persoalan hukum yang pelik dan kompleks serta mempunyai dimensi yang luas baik di negara maju maupun berkembang, sehingga tidak mudah untuk diselesaikan dengan cepat. Melalui pendaftaran tanah maka masyarakat perorangan maupun badan hukum akan memperoleh Sertipikat hak atas tanah. Sesuai ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997, Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, namun kenyataannya di dalam masyarakat masih terjadi permasalahan ( sengketa ). Permasalahan ( sengketa ) adalah konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak ( objek ) antara satu atau beberapa objek yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. Seperti halnya kasus yang terjadi di Parit Rintis Desa Punggur Kecil, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya telah terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan antara tergugat a.n. Sauyan Bin Maijo ( Tergugat I ), a.n. Tiram Bin Sauyan ( Tergugat II ) dan a.n. Abdul Somad Bin Sauyan ( Tergugat III ) yang atas dasar Surat Keterangan Tanah pihak Tergugat tersebut di atas telah menggarap dan menguasai tanah sejak tahun 1985 secara berturut - turut sampai dengan sekarang dengan ukuran lebar 90 depak x panjang 200 depak ( 162m x 360m = 58.320 m² ) dengan batas-batas sebelah utara dengan tanah garapan Latimah, sebelah timur dengan tanah garapan orang Parit aem, sebelah selatan dengan tanah garapan Mahfud, sebelah barat dengan jalan besar Parit Rintis, sampai saat ini tergugat III masih tinggal di lokasi tersebut dengan mendirikan sebuah rumah semi permanen ukuran 6 m x 12 m serta mengolah tanah untuk ditanami tanaman yang bermanfaat. Pada awal bulan Januari 2015 telah datang di lokasi tersebut seseorang atas nama a.n. Ir.Rudy Sujanto (sebagai Penggugat) pemegang Sertipikat Hak Milik nomor : 1588/Desa Punggur Kecil, tanggal 12 Februari 1982, Surat Ukur tanggal 19 Januari 1982, nomor : 202/1982 seluas 55m x 360 = 19.800m² ( ± 2 ha ) , Akte Jual Beli No 1951/2012 tanggal 17 Desember 2012, mengaku telah memiliki sebidang tanah sejak 27 tahun yang lalu terletak di bagian tanah garapan tergugat I, tergugat II dan tergugat III. Oleh karena Penggugat belum merasa diberikan jaminan kepastian hukum mengenai kepemilikan tanah, karena meskipun memiliki Sertipikat hak milik atas tanah masih terjadi permasalahan dengan pihak lain yang hanya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT). Sehingga pada tanggal 5 Februari 2013 Ir. Rudy Sujanto ( penggugat ) mendaftarkan kasus ini kepada bidang Kepaniteraan Pengadilan Negeri Mempawah untuk menindaklanjuti permasalahan sengketa guna mencari kepastian hukum
Keyword : Sengketa tanah, penguasaan tanah,Surat Keterangan Tanah
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013