ALASAN ORANG TUA MENGAWINKAN ANAK PEREMPUANNYA YANG DI BAWAH UMUR DI DUSUN PARIT MASIGI DESA SUNGAI AMBAWANG KUALA KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG
Abstract
Teguh Dwi Buana Putra. NIM : A 11110149, Judul : “ALASAN ORANG TUA MENGAWINKAN ANAK PEREMPUANNYA YANG DI BAWAH UMUR DI DUSIN PARIT MASIGI DESA SUNGAI AMBAWANG KUALA KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG”. Skripsi Fakultas Hukum untan tahun 2013. Dengan munculnya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksananya, telah memberikan garisan bagi masyarakat dalam bertindak serta menjalankan petunjuk dalam bidang perkawinan, terutama dalam hal usia perkawinan. Namun seiring dengan waktu masih ada masyarakat yang mengawinkan anak perempuannya yang masih di bawah umur. Hal ini jelas bertentangan dengan undang-undang. aPerkawinan merupakan intitusi yang sakral dan suci di mana laki-laki dan perempuan terjalin dalam ikatan yang sangat kokoh (mitsaqon gholidhan) untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Namun perkawinan- anak di bawah umur justru akan berakibat sebaliknya, karena menghadirkan mimpi buruk bagi yang bersangkutan, selain disinyalir menyalahartikan doktrin agama, model perkawinan itu juga berpotensi mengguncang harmoni sosial. Negara dan pemerinta mempunyai kepentingan sekaligus kewajiban untuk mengarahkan perkawinan sebagai intitusi sosial yang melindungi sekaligus mengangkat harkat dan martabat perempuan. Negara sangat berperan dalam pembangunan, intitusi perkawinan yang mampu membangun pranata sosial yang sehat harmonis, religius, dan demokratis dengan tetap memperhatikan kepentingan, kebutuhan dan hak-hak kaumperempuan dan anak-anak. Di Indonesia kasus perkawinan anak di bawah umur bukanlah persoalan yang baru, pada prakteknya sudah berlangsung lama dengan begitu banyak pelaku perkawinan di bawah umur. Tidak hanya di pedesaan akan tetapi masalh tersebut juga terjadi di kota besar, yang penyebabnya berfariasi, mulai dari faktor ekonomi, rendahnya pendidikan, serta dangkalnya pemahaman tentang perkawinan. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KetuhananYang Maha Esa”. Maksud Undang- undang ini langsung memberikan tujuan pentingnya perkawinan, berdasarkan KetuhananYang Maha Esa, Serta kekal. Hal perkawinan harus mempunyai kecukupan umur atau batasan umur kedewasaan baik fisik maupun mental, serta rohani dalam perkawinan, merupakan dasar untuk mencapai tujuan dan cita-cita dalam perkawinan tersebut. Walaupun demikian masih banyak anggota masyarakat yang kurang memperhatikan atau menyadari dari tujuan perkawinan tersebut, hal ini dikarenakan adanya pengaruh lingkungan dan perkembangan sosial yang tidak memadai. Di dalam proses perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, maka merupakan suatu gejala yang umum, bahwa perubahan - perubahan tersebut terutama akan mengenai gejala sosial yang dinamakan hukum, perubahan yang terjadi di bidang kehidupan lainya akan berpengaruh terhadp nilai-nilai yang berkaitan dengan hukum. Kadang atau bahkan sering tidak disadari, hukum sebagai kaidah maupun prilaku yang memberi bentuk dan tata tertib pada bidang-bidang lain seperti poitik ekonomi, pendidikan, pembangunan desa, banyak dialami kesulitan di berbagai bidang kehidupan, karena hukum yang mengatur ternyata bisa dikatakan sudah tidak memadai lagi atau di kesampingkan oleh karena terlampau berbelit prosedurnya. Fenomena perkawinan yang terjadi pada pasangan yang masih di bawah umur sering terjadi pada masyarakat Dusun Parit Masigi, Desa Sungai Ambawang Kuala, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya. Terjadinya perkawinan tersebut justru dikarenakan adanya paksaan dari pihak wali (dalam hal ini orang tua pihak perempuan), dalam mendorong putrinya untuk menikah dengan laki-laki yang dinilai telah memiliki kedekatan dengan anaknya perempuannya. Atau terkadang orang tua memiliki pilihan sendiri, di mana pilihan orang tua tersebut dinilai pantas dan layak untuk ukuran keluarganya, dengan melihat sisi strata sosial, hubungan emosional, hubungan keakraban antar dua keluarga, serta hubungan usaha atau bisnis yang dijalankan oleh ke dua orang tua pasangan tersebut. Sehingga batasan kelayakan akan usia dalam perkawinan bukan menjadi hal yang utama untuk diperhatikan oleh orang tua. Dengan mengacu pada hasil observasi sementara yang pernah penulis lakukan, bahwa ternyata banyak orang tua yang tinggal di Dusun Parit Masigi Desa Sungai Ambawang Kuala, yang telah menikahkan anak perempuannya pada kisaran usia 13 sampai 16 tahun bagi perempuan dan 16 tahun sampai 21 tahun bagi anak laki-laki. Rata-rata mereka menikah pada saat setelah lulus SD (Sekolah Dasar) atau lulus SMP, terutama bagi perempuan. Menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) undang-undang No 1 tahun 1974 “bahwa perkawinan itu hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapaai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam ketentuan ayat (2) undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang di tunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Dengan demikian perkawinan usia di bawah umur ini adalah perkawinan yang para pihaknya masih relatif muda, dan yang dimaksud perkawinan di bawah umur, dalam penelitian ini adalah para pihaknya belum memenuhi persyaratan sebagai mana yang di tentukan dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam pasal 7 ayat (1). Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. tetapi di dalam undang-undang perkawinan ini ada pengecualian, terhadap pelaksanaan perkawinan dibawah umur, seperti terdapat di dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 Pasal 7 ayat (2). Yaitu; dalam hal penyimpangan terhadap pasal ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan agama atau pejabat lain yang di tunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Dengan adanya pengecualian atau penyimpangan ini, yang mengakibatkan semakin banyaknya orang yang akan melakukan perkawianan yang usianya masih muda, dan belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat (1) yaitu yang sudah menentukan batas usia perkawinan. Sedangkan tujuan dari perkawinan tersebut telah disebutkan didalam pasal 1 UUP nomor 1 tahun 1974 yaitu; perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Melakukan perkawinan maksud dari pasal ini tidak lain adalah untuk mewujudkan suatu perkawinan yang sesuai dengan prinsip dari falsafah Pancasila yang merupakan nilai kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya sebagimana yang termaktub di dalam sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu sila pertama dalam pancasila. Tujuan dari pasal tersebut harus sejalan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu perkawinan adalah sah apa bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Namun seringkali lingkungan yang berbeda, serta perbedaan yang lain sifatnya pribadi mengakibatkan perkawinan tidak bisa di pertahankan keutuhannya. Perrnikahan yang terjadi pada usia muda atau di bawah umur, pada masyarakat Dusun Parit Masigi Desa Sungai Ambawang Kuala, yang dikarenakan adanya paksaan dari pihak orang tua, mayoritas merupakan sebuah keputusan yang didasarkan atas keputusan individual dari pihak orang tua, dengan alasan demi menyelamatkan masa depan anak mereka dan sebagai upaya untuk mengeliminir peluang terjadinya aib keluarga akibat pergaulan anak. Selain itu faktor tersebut di atas, faktor kebiasaan atau adat masyarakat setempat juga ikut mempengaruhi dalam hal terjadinya pernikahan di bawah umur. Pada kalangan masyarakat setempat para orang tua memandang bahwa jika sang anak dilihat sudah cukup mampu atau bisa bertanggung jawab dan suka sama suka, maka pernikahan wajib dilaksanakan. Menunda pernikahan bagi putra-putri mereka merupakan hal yang tercela, dan dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai adat masyarkat. Karena khusus bagi kaum perempuan atau anak perempuan jika telah menginjak usia 18 tahun ke atas, namun belum juga menikah, maka anak tersebut dianggap sebagai perempuan yang terlambat menikah, atau mengalami kesulitan dalam hal jodoh. Sehingga hal seperti ini sangat dihindari dan perkawinan di bawah umur terus terjadi tanpa memperhatikan aturan perkawinan. Sehingga aksi perkawinan di bawah umur marak terjadi di Dusun Parit Masigi, Desa Sungai Ambawang Kuala, Kecamatan Sungai Ambawang. Hal tersebut dikarenakan adanya keyakinan dari sisi kebiasaan atau adat istiadat penduduk setempat. Masyarakat di Dusun Parit Masigi Desa Sungai Ambawang Kuala Kecamatan Sungai Ambawang sepertinya sangat berpegang akan hal tersebut, selain faktor ketakutan para orang tua dari pihak anak perempuan, yang sangat khawatir dengan berbagai ragam serta bentuk tata pergaulan remaja, sehingga para orang tua anak perempuan takut terjadinya hamil di luar nikah. Rumusan Masalah : “Alasan Apa Yang Paling Dominan Hingga Orang Tua Mengawinkan Anak Perempuannya Yang Masih Di Bawah Umur?” Tujuan Penelitian : (1).Untuk mendapatkan data serta informasi mengenai pernikahan di bawah umur. (2). Untuk menguraikan dan menjelaskan tentang hukum perkawinan. (3). Untuk menguraikan faktor penyebab orang tua menikahkan anak perempuannya yang masih di bawah umur. (4). Untuk menguraikan dampak pernikahan di bawah umur yang yang dialami oleh pasangan nikah. Metode Penelitian yang digunakan yakni metode Empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, dengan menggambarkan serta menganalisa keadaan yang sebenarnya yang terjadi pada saat penelitian dilakukan, kemudian menganalisa fakta tersebut guna untuk memperoleh kesimpulan. Kesimpulan : (1). Bahwa di Dusun Parit Masigi Desa Sungai Ambawang Kuala Kecamatan Sungai Ambawang, telah terjadi pernikahan di bawah umur. (2). Bahwa hukum perkawinan Indonesia, pada dasarnya telah mengatur batasan usia yang dinilai wajar bagi seseorang untuk melangsungkan pernikahan. (3). Bahwa alasan yang paling dominan dalam mempengaruhi tindakan orang tua untuk menikahkan anak perempuannya yang masih di bawah umur dikarenakana mereka (orang tua) takut terjadi aib dalam keluarga mereka, yang disebabkan pergaulan para remaja, dan faktor adat istiadat etnis tertentu pada masyarakat setempat. (4). Bahwa dampak yang sering muncul dalam pernikahan anak di bawah umur adalah sering terjadi perceraian. Saran-saran : (1). Bagi para remaja hendaknya mampu untuk menahan diri agar jangan segera menikah di usia yang masih sangat muda. (2). Masyarakat dan para remaja hendaknya mampu untuk mentaati aturan perkawinan. (3). Ketakutan akan terjadinya aib hendaknya diatasi dengan melakukan control terhadap anak remaja dalam bergaul di kehidupan sehari-hari. (4). Para orang tua seharusnya mampu mencegah terjadinya perceraian dalam rumah tangga anak-anaknya, yang muncul sebagai akibat dari pernikahan di bawah umur.
Keywords : Anak Perempuan, Perkawinan, Di bawah Umur.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013