PELAKSANAAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PONTIANAK KOTA

MUHAMMAD REZA - A11108026

Abstract


Indonesia adalah Negara hukum sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan baik di tataran lokal maupun nasional selalu mendasarkan pada aturan hukum yang berlaku, dimana hukum tersebut bersumber dari nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta cita – cita luhur bangsa Indonesia yang kemudian teraktualisasi dalam Undang – Undang Dasar 1945 dan Proklamasi 17 Agustus 1945.Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar (groundnorm) negara Indonesia tidak bersifat statis tetapi hukum yang bersifat dinamis, artinya mengikuti situasi dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Yang kemudian cita-cita tersebut secara berangsur diwujudkan melalui tujuan nasional yang merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir. Pancasila sebagai falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia mencantumkan cita-cita bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hal tersebut di pertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen ke-IV Tahun 2002 BABXA tentang hak asasi manusia menjamin setiap warga negara untuk menikmati hak asasinya yang sekaligus memberikan perlindungan hukum. Jatuhnya orde baru menyebabkan jumlah keluarga miskin dan angka putus sekolah semakin meningkat. Dampak yang krisis dari pendidikan yang kurang dan ekonomi yang lemah adalah mendorong timbulnya kejahatan terhadap manusia khususnya anak-anak seperti perdagangan orang (Human Trafficking).

Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dengan kata lain seseorang berhak dan wajib diperlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain.

Perdagangan orang (trafiking) telah lama terjadi dimuka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak azasi manusia, harkat dan martabat manusia yang dilindungi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Dimasa lalu perdagangan orang hanya dipandang sebagai pemindahan secara  paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi, kerja paksa secara ilegal sudah berlangsung lama.

Perdagangan orang (Human Trafficking) memang bukan merupakan hal baru di zaman ini. Sebelum merdeka pun sudah banyak terjadi dalam bentuk perbudakan. Bisnis seperti ini merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia. Dikatakan melanggar Hak Asasi Manusia, karena perdagangan orang mengandung unsur paksaan, penipuan, ancaman, dan kekerasan. Usaha pemerintah untuk mengatasi perdagangan orang yaitu melalui penyusunan peraturan perundangan nasional, ratifikasi konvensi internasional, dan pembentukan rencana aksi nasional serta gugus tugas (task force), usaha pemerintah mencapai hasil dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pada Tanggal 20 Maret 2007.

Yang dimaksud dengan perdagangan orang atau (Human Trafficking) berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 adalah :“Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negeri, maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang lain tereksploitasi”.

Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang diharapkan dapat menghukum pelaku perdagangan orang dan dapat memberikan efek jera bagi para pelakunya

Di Indonesia sendiri yang merupakan salah satu negara yang berdaulat dalam komunitas internasional, pemberitaan mengenai perdagangan orang semakin marak terjadi. Perdagangan Orang telah mengancam eksistensi dan martabat kemanusiaan yang membahayakan masa depan bangsa.

Trafiking in person atau perdagangan manusia mungkin bagi banyak kalangan merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk di dengar oleh karena tingkat terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri. Fenomena ini memang adalah hal yang sering menjadi pusat perhatian berbagai kalangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Trafiking terhadap manusia adalah suatu bentuk praktek kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia paling konkrit yang sering memangsa mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Banyak kalangan menyebut trafiking terhadap manusia, yang saat ini digunakan secara resmi di dalam Undang­undang No. 21 tahun 2007 dengan sebutan Perdagangan Orang sebagai “ the form of modern day slavery”. Sebutan tersebut sangat tepat karena sesungguhnya ia adalah bentuk dari perbudakan manusia di zaman modern ini. Ia juga merupakan salah satu bentuk perlakuan kejam terburuk yang melanggar harkat dan martabat manusia. Praktik trafiking yang seringkali terjadi selama ini adalah perdagangan wanita dan anak-anak yang diperniagakan secara paksa, diculik, disekap, dijerat dengan utang, ditipu, dibujuk atau diiming-imingi dan seterusnya, untuk dijadikan pekerja seks komersial atau dieksploitasi. Hal ini diketahui dari banyak pengalaman yang terungkap dari korban maupun para pelaku tindak pidana trafiking yang terungkap. 

Berdasarkan sejarah, perdagangan atau perbudakan telah ada dan berkembang sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu yang dimulai dengan adanya penaklukan atas suatu kelompok oleh kelompok lainnya, kelompok yang paling kuat dan memiliki kekuasaan akan menguasai kelompok yang lemah. Kepemilikan kekuasaan ekonomi dan politik menjadikan sumber dan peluang untuk dapat berkembangnya perbudakan, sebagai akibat dari penaklukan yang dibayar dengan suatu pengabdian yang mutlak.

 

Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan,pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuanmenjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan tersebut dalam praktikeksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaankekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atauposisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperolehpersetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

Kita mengetahui secara pasti bahwa diri kita adalah bebas dan tidak dapat diperlakukan layaknya barang atau benda yang berada di bawah penguasaan manusia lain yang juga mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan kita. Pada dasarnya trafiking dapat terjadi oleh berbagai faktor yang antara lain kemiskinan. Tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia, banyaknya pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja yang tersedia di Indonesia mengakibatkan banyak rakyat Indonesia yang tertarik dengan iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Padahal banyak lembaga pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang ada belum jelas asal usulnya. Tetapi karena desakan ekonomi yang sangat tinggi maka terkadang mereka tidak terlalu peduli akan kejelasan dari lembaga ataupun perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut. Padahal banyak perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri yang mengirimkan tenaga kerja dari Indonesia bukan untuk bekerja sebagaimana pekerjaan yang layak, tetapi banyak yang ternyata para pekerja yang dikirimkan dijadikan pekerja seks komersial dan bahkan ada yang dieksploitasikan untuk menjadi budak. Tidak hanya itu, ada pula faktor yang sering menjadi penyebabnya yaitu faktor sosial budaya, orang tua menganggap bahwa anak merupakan hak milik yang harus melakukan kehendak orang tua. Setiap anak harus dan tidak boleh menentang kemauan dari orang tua, padahal belum tentu semua pemikiran orang tua itu benar.

Kalimantan Barat khususnya Di Kota Pontianak tindak Pedagangan Orang yang semakin marak terjadi. Sebagai contoh kasus seperti yang pernah terjadi di kota pontianak, seseorang yang perdagangkan secara seksual kepada orang yang tidak dikenal, dan dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan memberikan sejumlah uang. Dari Data yang diperoleh dari Polresta Pontianak dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016terdapat 8 kasus tindak perdagangan orang, dengan rincian yaitu pada tahun 2014 terjadi 3 kasus, tahun 2015terjadi 2 kasus, pada tahun 2016 telah terjadi 3 kasus tindak perdagangan orang. Dari 8 tindak perdagangan orang tersebut 2 ( dua ) diantaranya adalah tindak perdagangan orang dengan cara seksual dan 6 ( enam ) lainnya pedagangan orang dengan mengirimkan orang bekerja diluar negeri yang tidak sah secara hukum dan administrasi yang seharusnya ( TKI ).

 

Kata Kunci: Efektif, Perdagangan Orang dan Faktor-faktornya


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013