PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN TERHADAP WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SUNGAI RAYA PONTIANAKDALAM HUBUNGAN TIMBULNYA RESIDIVIS MENURUT KEPMEN KEHAKIMAN RI NOMOR : M.02-PK.04.10 TAHUN 1990

LUHUT HORAS OHARA PANJAITAN - A11111069

Abstract


Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sungai Raya Pontianak merupakan tempat seseorang yang melakukan tindak pidana diberikan sanksi berupa kehilangan kemerdekaan dan juga tempat untuk dididik dan dibina, yang tujuannya agar mereka bertobat dan menjadi seseorang yang taat pada hukum. Pembinaan anak didik pemasyarakatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sungai Raya Pontianak bertujuan untuk mempersiapkan para warga binaan pemasyarakatan kembali ke lingkungan masyarakat setelah menjalani masa pidananya. Pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sungai Raya Pontianak selama ini adalah dengan memberikan pembinaan mental, spiritual, maupun keterampilan-keterampilan dengan mempergunakan sarana dan prasarana yang ada di lembaga pemasyarakatan. Dengan membina warga binaan pemasyarakatan, diharapkan nantinya mereka dapat kembali ke lingkungan masyarakat sebagai anggota masyarakat yang biasa dan tidak mengulangi lagi perbuatan-perbutan yang menyebabkan mereka terpidana. Dengan adanya Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan, diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menyangkut pembinaan terhadap residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sungai Raya Pontianak. Keberhasilan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan khususnya residivis dalam sistem pemasyarakatan lebih ditentukan oleh berhasil atau tidaknya pembinaan yang diberikan oleh petugas pembina kepada mereka, dan baik atau tidaknya penerimaan masyarakat terhadap. warga binaan pemasyarakatan yang diintegrasi ke dalam masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sungai Raya Pontianak juga telah mengadakan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, namun seringkali hal itu tidak berhasil bahkan mereka menjadi residivis. Ketidakberhasilan petugas pembina di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sungai Raya Pontianak dalam membina warga binaan pemasyarakatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki anak didik pemasyarakatan khususnya residivis, kurangnya petugas pembina yang memiliki keahlian khusus dalam membina, serta sarana dan prasarana penunjang dalkam proses pembinaan yang tersedia masih terbatas. Terakhir perilaku warga binaan pemasyarakatan yang sulit untuk berubah sehingga masyarakat tidak sepenuhnya terbuka untuk menerima mantan warga binaan pemasyarakatan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diupayakan hal-hal sebagai berikut : menyediakan tenaga pembina yang terampil dan profesional untuk memberikan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan, pemberian keterampilan yang mudah diserap oleh anak didik pemasyarakatan khususnya residivis sesuai dengan daya intelektualitas dan bakatnya, dan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk dapat bersikap terbuka dalam menerima mantan warga binaan pemasyarakatan yang ingin kembali ke lingkungan tempat tinggalnya. “NegaraIndonesiaberdasarkan atas hukum tidak berdasarkan kekuasaan belaka”. Dalam pembukaan tidak diamanatkan kepada bangsaIndonesia  untuk melindungi segenap bangsaIndonesiauntuk melindungi segenap bangsaIndonesia dan seluruh tumpah darahIndonesiauntuk memajukan kesejahteraan umum. Hukum yang diciptakan oleh manusia sertamenciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib Ketika berbicara tentang kejahatan, maka persepsi yang pertama muncul adalah pelaku kejahatan, mereka disebut penjahat, kriminal, atau lebih buruknya lagi, sampah masyarakat. Maka tidak heran bila upaya penanganan kejahatan masih terfokus hanya pada tindakan penghukuman terhadap pelaku[1]. Adapun pengertian secara umum  tentang pemberatan hukuman yaitu seseorang melakukan kejahatan yang sejenis (homologus residivis) artinya ia mengulangi suatu tindak pidana dan mengulangi perbuatan yang sejenis dalam batas waktu yang tertentu, misalnya lima tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa hukumannya.Dalam istilah hukum positif pengertian pengulangan tindak pidana (residivis) adalah dikerjakannya suatu tindak pidana oleh seseorang sesudah ia melakukan tindak pidana lain yang telah mendapat keputusan akhir[1]. Artinya,  pemberatanpidana terhadap residivis dapat berlaku apabila iatelah mendapatkan keputusan hukum yang tetap atas perbuatan yang sama.Adapun sebab-sebab terjadinya pemberatan pidana Pemasyarakatan merupakan suatu proses perjalanan panjang dari sistem pemidanaan yang berlaku di Indonesia. Diawali dengan sistem kepenjaraan yang merupakan sistem perlakuan terhadap narapidana yang cenderung bersifat pembalasan atas kesalahan atau pelanggaran yang telah dilakukan. Dalam sistem kepenjaraan seorang pelanggar hukum yang telah terbukti bersalah dan menerima pidana akan diberi hukuman dan diperlakukan dengan tindakan-tindakan keras dan kasar sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Hal ini dipandang sudah tidak relevan lagi untuk digunakan dan bertentangan dengan falsafah pancasila yang menitikberatkan pada pembinaan dan pengayoman, sehingga lahirlah konsepsi Pemasyarakatan yang mengutamakan pembinaan dan pengayoman terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Konsepsi ini dicetuskan oleh Sahardjo pada pemberian gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia pada tanggal 5 Juli 1963. Dari konsep tersebut Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang pada tanggal 27 April-5 Mei 1964 melahirkan sistem pemasyarakatan melalui amanat Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 April 196.

 

Kata kunci : Pola Pembinaan Terhadap Warga


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013