PELAKSANAAN PENCATATAN PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT KETURUNAN TIONGHOA YANG BERAGAMA BUDHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI VIHARA MAITREYA MURTI KOTA PONTIANAK

MAYBIE EZRA - A11111056

Abstract


Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 yaitu: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menentukan bahwa setiap perkawinan haruslah dicatatkan pada Kantor Cacatan Sipil. Khususnya Masyarakat Tionghoa yang beragama Budha sebagai Warga Negara Indonesia juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya untuk mematuhi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Namun pada prakteknya, ternyata masih cukup banyak perkawinan-perkawinan yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Budha yang dilangsungkan dan tidak tercatat pada Kantor Catatan Sipil. Hal ini seharusnya perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat bersangkutan. Pemerintah Kota Pontianak, khususnya Kantor Catatan Sipil yang memiliki wewenang dalam hal pencacatan. Adapun akibat hukum yang timbul dari tidak dicatatkannya perkawinan tersebut adalah perkawinan yang dianggap tidak sah atau tidak pernah terjadi, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu serta anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan.

Mengenai faktor-faktor yang mengakibatkan perkawinan-perkawinan tersebut tidak tercatat di Kantor Catatan Sipil, masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Budha di Kota Pontianak pada khususnya menyataakn bahwa hal ini terjadi karena masyarakat keturunan Tionghoa tersebut tidak mengetahui perkawinan harus dicatatkan, keengganan untuk berurusan dengan instansi pemerintahan, tidak mengetahui bagaimana cara mengurus pencatatan tersebut serta karena biaya yang tidak terjangkau bagi pasangan yang kurang mampu.

Kegiatan pencatatan perkawinan memang bersifat administratif, namun tidak boleh diabaikan begitu saja, karena dengan adanya pencatatan perkawinan tersebut dapat menjadikan suatu peristiwa menjadi lebih jelas dan mempunyai kepastian hukum dengan dikeluarkannya suatu akta perkawinan atau surat keterangan yang merupakan suatu bukti otentik yang menerangkan suatu perkawinan yang telah terjadi yang tentu saja akta atau surat keterangan tersebut dikelauarkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Kantor Catatan Sipil, karena perkawinan tidak hanya menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam suatu kehidupan rumah tangga/ keluarga saja, tetapi perkawinan selalu membawa konsekuensi hukum juga baik bagi sang suami maupun bagi sang isteri yang telah menikah secara sah. Dengan kata lain, jika suatu perkawinan tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil maka akibat hukumnya perkawinan itu tidak sah.

Untuk menanggulangi hal tersebut, maka upaya yang dapat dilakukan oleh pihak Vihara sebagai tempat melangsungkan perkawinan masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Budha adalah dengan mengadakan penyuluhan tentang pentingnya mencatatkan perkawinan. Selain itu upaya upaya yang dilakukan oleh Vihara, Kantor Catatan Sipil sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pencatatan setiap peristiwa penting yang terjadi dalam perkawinan, pihak Pencatatan Sipil seharusnya dapat memberikan penyuluhan hukum secara rutin melalui media elektronik, media cetak, dan sebagainya.

Keyword : Pencatatan Perkawinan, Keturunan Tionghoa Beragama Budha, UU. 1 Tahun 1974


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013