PENERAPAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) PADA PERTIM BANGAN HAKIM DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) (Studi Kasus Terhadap Putusan No. 01/PDT.G/2010/PN.PTSB)
Abstract
Putusan serta merta atau yang diterjemahkan dari bahasa aslinya uitvoerbaar bij voorraad (disingkat UbV), merupakan suatu bentuk pengecualian yang sangat terbatas berdasarkan syarat-syarat khusus yang telah ditentukan baik oleh pasal 191 ayat (1) R.Bg/pasal 180 ayat (1) H.I.R maupun S.E.M.A RI No.3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta (UbV) dan Provisionil. Karena pada dasarnya putusan hakim atau putusan pengadilan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata).
Penerapan lembaga putusan serta merta (UbV) tidak bersifat generalis, tetapi bersifat terbatas berdasarkan syarat-syarat yang sangat khusus. Karakter yang memperbolehkan eksekusi atas putusan yang berisi amar dapat dijalankan lebih dahulu sekalipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap, merupakan ciri sifat eksepsional yang melekat pada lembaga putusan serta merta (UbV). Oleh karena pada lembaga putusan serta merta (UbV) melekat sifat eksepsional maka penerapannya pun dibarengi dengan beberapa syarat yang ketat. Syarat-syarat dimaksud merupakan pembatasan (restriksi) kebolehan menjatuhkan putusan serta merta (UbV). Pada umumnya praktisi hukum berpendapat bahwa syarat utama kebolehan menjatuhkan putusan serta merta (UbV) adalah harus didukung oleh alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat dan menentukan. Hal itu dapat disimpulkan dari bentuk alat bukti yang dianggap sah untuk mendukung putusan serta merta (UbV) yang terdapat dalam pasal 191 ayat (1) R.Bg/pasal 180 ayat (1) H.I.R.
Akan tetapi, meskipun putusan serta merta (UbV) telah diatur dalam R.Bg/H.I.R, serta surat edaran yang dikeluarkan Mahkamah Agung R.I, penerapan putusan serta merta (UbV) dalam praktiknya ternyata masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih banyak dijumpai Hakim yang menerapkan putusan serta merta (UbV) tanpa memahami dengan cermat rumusan pasal peraturan yang disebutkan di atas. Ada kesan bahwa mengabulkan permohonan putusan serta merta (UbV) itu sangat menggampangkan dan sama sekali tidak melihat jauh ke depan apabila salah dalam menerapkan putusan tersebut.
Banyak pihak yang menderita kerugian akibat dari pelaksanaan putusan serta merta (UbV) yang keliru, terutama pihak Tergugat yang mestinya dia berhak mendapat benda yang menjadi sengketa karena ia menang dalam tingkat banding dan kasasi, tetapi kemenangan itu hampa karena benda yang menjadi sengketa telah terlanjur dieksekusi dan diserahkan kepada si Penggugat sebagai akibat dari pelaksanaan putusan itu. Kalau keadaan seperti ini telah terjadi, rasanya sulit untuk bisa mengembalikan lagi seperti keadaan semula, kalaupun bisa tetapi memerlukan proses yang sangat sulit dan rumit serta memerlukan tempo yang agak lama.
Tujuan dari penelitian Skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan lembaga putusan serta merta (UbV) dalam putusan hakim. Penelitian ini dilakukan melalui studi kasus terhadap putusan No.01/PDT.G/ 2010/PN.PTSB, dimana dalam putusan tersebut memuat putusan serta merta (UbV).
Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan Pendekatan Kasus (The Case Approach). Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer berupa R.Bg/H.I.R, KUHPerdata, S.E.M.A No.3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta (UbV) dan Provisionil, dan Putusan No.01/PDT.G/2010/PN.PTSB. Bahan hukum sekunder berupa pendapat para sarjana (doktrin), dan karya-karya ilmiah dari para ahli hukum yang berhubungan dengan obyek permasalahan yang akan diteliti, sedangkan bahan hukum tersier berupa kamus hukum, bahan-bahan yang diperoleh dari internet dan bahan lain yang behubungan dengan objek permasalahan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menginventarisasi bahan hukum primer, kemudian diperoleh penjelasannya melalui bahan hukum sekunder dan tersier kemudian di sistematisasi dan dianalis. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa penerapan lembaga putusan serta merta (UbV) dalam putusan No.01/PDT.G/2010/PN.PTSB, tidak sesuai dengan ketentuan eksepsional yang tersurat maupun yang tersirat dalam Pasal 191 ayat (1) R.Bg/Pasal 180 ayat (1) H.I.R. dan S.E.M.A No.3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta (UbV) dan Provisionil, karena Majelis Hakim dalam mengabulkan gugatan Para Penggugat termasuk tuntutan putusan serta merta (UbV) yang dimohonkan Para Penggugat, hanya didasarkan pada alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas.
Walaupun formil gugatan berkenaan dengan persoalan bezitsrecht, tanpa dukungan alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat, dan menentukan, Majelis Hakim dilarang untuk menjatuhkan putusan serta merta (UbV) karena dalam kondisi seperti itu besar sekali kemungkinan putusan yang dijatuhkannya tersebut akan dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi. Apalagi terhadap obyek perkara yakni berupa Goa-Goa Sarang Burung Walet tersebut telah terdapat putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap (res judicata) yang mempunyai hubungan dengan pokok gugatan dan menguntungkan Para Tergugat.
Disamping itu, terhadap obyek perkara berupa goa-goa sarang burung walet tersebut tidak pernah dikuasai oleh pihak Para Penggugat akan tetapi dikuasai dan dikelola oleh pihak Para Tergugat selama 20 tahun yakni sejak tahun 1990 hingga gugatan didaftarkan oleh Para Penggugat di Pengadilan Negeri Putussibau yakni tahun 2010.
Apabila persoalan mengenai bezitsrecht hendak dijadikan dasar oleh Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan serta merta (UbV), seharusnya Majelis Hakim menemukan terlebih dahulu dalam persidangan alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat, dan menentukan, baru diperbolehkan untuk menjatuhkan putusan dengan ketentuan uitvoerbaar bij voorraad. agar sejak semula putusan yang dijatuhkannya tersebut, tidak ada kemungkinan untuk dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi, sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan permasalahan dan merugikan pihak yang berperkara.
Keyword : ...................Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013