PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN MAINAN ANAK JENIS SENJATA API TANPA ADANYA LABEL STANDAR NASIONAL INDONESIA DI KOTA PONTIANAK BERDASARKAN PASAL 8 AYAT ( 1 ) HURUF A UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

AMIN HERI SYAFRIADI - A11112131

Abstract


Hak-hak konsumen yang menyangkut dengan kewajiban pelaku usaha untuk melakukan implementasi SNI adalah Pasal 4 huruf a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa : “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Artinya konsumen berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan/mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang telah dibelinya. Salah satu contohnya adalah pelaku usaha yang menyediakan layanan purna servis atau disebut dengan layanan garansi. Konsumen membutuhkan kepastian terhadap barang yang sudah dibelinya apabila mengalami kerusakan, kapan diperbaiki, kapan diganti sparepart-nya yang rusak, dan lain sebagainya, dan kapan selesainya. Seluruh kepastian tersebut termasuk ke dalam hak konsumen atas kenyamanan. Pemerintah, harus secara aktif datang ke pasar-pasar untuk melihat kepatuhan pedagang dalam penerapan aturan wajib SNI. Jika mereka masih nekat menjual mainan anak tanpa SNI, secara tegas bakal menghentikan usaha pedagang tersebut. Pemberlakuan aturan itu tidak bisa ditunda lagi untuk melindungi konsumen yang masih anak-anak. Sebab, bila tidak memenuhi standar, dikhawatirkan mainan tersebut mengandung zat-zat berbahaya atau berisiko menimbulkan cedera bagi anak. ’Banyak kriteria yang harus dipenuhi. Itu bergantung pada jenis dan model mainan anak. Semua sudah punya standarnya. Jadi, produsen harus menyesuaikan. Penjual dan pembeli harus jeli. Pemerintah mewajibkan semua mainan anak, baik impor maupun lokal, menampilkan petunjuk pemakaian yang benar di kemasan. Petunjuk penggunaan wajib menggunakan bahasa Indonesia. Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ” Apakah pelaksanaan pengawasan peredaran Mainan anak jenis senjata api tanpa label (SNI)di Kota Pontianakberdasarkan Pasal 8 Ayat ( 1 ) Huruf A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sudah efektif dilaksanakan?” Pelaksanaan pengawasan peredaran Mainan anak jenis senjata api tanpa label (SNI)di Kota Pontianakberdasarkan Pasal 8 Ayat ( 1 ) Huruf A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen belum efektif dilaksanakan dikarenakan faktor tidak adanya sarana pengawasan pengujian produk (syarat SNI). Masyarakat perlu mendorong dan membantu dinas terkait dalam hal peredaran mainan anak jenis senjata api tanpa adana SNI untuk melakukan pengawasan dan pelaporan jika terjadi pelanggaran dan Perlu adanya penambahan sanksi yang lebih berat bagi pelanggar Pasal 8 Ayat (1) Huruf A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sehingga pelaku menjadi jera. Perkembangan industri di Indonesia dipengaruhi oleh masuknya produk-produk dari luar negeri akibat dari perdagangan bebas yang berlaku saat ini. Perdagangan bebas dilakukan karena Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Oleh karena itu, produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Begitu banyaknya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia menyebabkan tidak diperhatikannya kualitas mutu barang. Konsumen menjadi asal-asalan dalam memilih barang.  Akibat banyaknya produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak terbendung lagi maka pemerintah membuat pengaturan untuk menstandardisasikan produk-produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jadi, pelaku usaha yang mengimpor produk-produk dari luar negeri tidak bisa seenaknya mengambil keuntungan semata di Indonesia tanpa memikirkan daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel. Namun, apabila ditinjau dari perspektif pelaku usaha, maka pelaku usaha juga berhak untuk mendapatkan kepastian hukum dalam hal perizinan sedangkan konsumen membutuhkan kepastian hukum dalam hal jaminan mutu, jumlah, keamanan barang, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pelaku usaha dan konsumen harus memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Selanjutnya, kedudukan Pemerintah adalah hanya sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen. Pemerintah sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen membuat suatu pengaturan untuk menstandardisasikan produk-produk impor maupun lokal. Di pasar luar negeri, untuk mengamankan produk-produk diatur oleh organisasi internasional untuk standardisasi atau dalam bahasa Inggris disebut International Organization for Standardization (ISO). ISO adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. ISO didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk semua produk. Standar yang sudah dikenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu Automatic Teller Machine (ATM) Bank, ukuran dan ketebalan kertas, dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130 (seratus tiga puluh) negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (Work Group – WC). Meskipun ISO adalah organisasi non-pemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Berangkat dari tujuan dan penerapannya, SNI merupakan pengejawantahan dari ISO/IEC yang dapat dilihat pada Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). BSN merupakan Badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.  Hak-hak konsumen yang menyangkut dengan kewajiban pelaku usaha untuk melakukan implementasi SNI adalah Pasal 4 huruf a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa : “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Artinya konsumen berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan/mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang telah dibelinya. Salah satu contohnya adalah pelaku usaha yang menyediakan layanan purna servis atau disebut dengan layanan garansi. Konsumen membutuhkan kepastian terhadap barang yang sudah dibelinya apabila mengalami kerusakan, kapan diperbaiki, kapan diganti sparepart-nya yang rusak, dan lain sebagainya, dan kapan selesainya. Seluruh kepastian tersebut termasuk ke dalam hak konsumen atas kenyamanan Dalam hal Standard Nasional Indonesia.

 

Kata Kunci: Pengawasan,Mainan anak jenis senjata apidan SNI


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013