FUNGSI PENELITIAN KEMASYARAKATAN DARI BAPAS ANAK DALAM HUBUNGANNYA DENGA PUTUSAN HAKIM PENGADILAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK

DINA ANGGRAINI - A01107016

Abstract


Balai Permasyarakatan (Bapas) yang (dulunya bernama Balai Bispa) adalah unit pelaksanaan teknis di bidang Pembinaan Luar Lembaga Permasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen  Kehakiman. Dalam persidangan terhadap terhadap anak yang melakukan tindak pidana, keberadaan Balai Permasyarakatan (Bapas) yang salah satu fungsinya adalah membuat laporan Penelitian Kemasyarakatan (Limnas) terhadap Terdakwa Anak adalah sangat penting. Sebab dengan Litmas tersebut, Hakim akan memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan yang sebenarnya mengenai latar belakang anak yang melakukan tindak pidana dan sebab-sebab dilakukannya tindak pidana tersebut.. PENELITIAN Kemasyarakatan dari Balai Kemasyarakatan tidak dimaksudkan sebagai pembelaan terhadap anak di persidangan, tetapi sebagai bahan pertimbangan Hakim didalam menjatuhkan putusanya terhadap anak sehubungan dengan pembinaannya. Hal ini dipertegas dalam peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.03-UM.01.06 Tahun 1991 tentang Perubahan Pasal 12 Ayat (2) Permen Keh RI Nomor M.06-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang untuk membuat Laporan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Terdakwa Anak yang dipermasalahakan bukanlah kepada perbaikan kondisi dari anak dikemudian hari agar menjadi lebih baik. Sehubungan dengan tersebut di atas Balai Permasyarakatan mempunyai fungsi dan peran yang besar terhadap anak yang diajukan kepersidangan Sehubungan Litmas yang dibuatnya dan atas kebijakan Hakim Petugas Bapas dapat diminta penjelasan Litmas yang dibuatnya.. Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya terhadap anak yang diajukan di persidangan, Bapas juga mengalami hambatan-hambatan antara lain : sering tidak dipanggil dan di mintai pendapatnya oleh Hakim di persidangan anak, keterbatasan dana, sara dan prasarana yang tidak mencukupi, jangka waktu pembuatan Litmas yang terbatas, ruang lingkup kerja yang luas terbatasnya tenaga-tenaga ahli seperti psikolo, psikiater, padagogi, dan ahli social lainnya yang seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah  Pentingnya posisi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa tercermin dalam Ketetapan MPR No. II / 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang menjelaskan bahwa generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber Sani pembangunan nasional perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya, serta diarahkan untuk menjadi kader penerus perjuangan bangsa dan manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila.. Pembinaan dan pengembangan generasi muda dilakukan secara nasional, menyeluruh dan terpadu serta dimulai sedini mungkin dan mencakup tahap-tahap pertumbuhan sebagai anak, remaja dan dewasa. Pembinaan dan pengembangan generasi muda merupakan tanggung jawab bersama tara orang, tua, keluarga, masyarakat, lingkungan sosial dan pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Namun di sisi lain, untuk mempersiapkan anak seperti yang diharapkan bukan merupakan persoalan yang gampang. Sering kali banyak kita dengar dan lihat kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang justru dilakukan oleh mereka yang masih dikategorikan sebagai anak, sementara itu pengaturan mengenai perlindungan terhadap anak sebagian besar sifatnya persuasif. Perundangan di Indonesia yang mengatur perlindungan sak secara khusus telah diatur dalam Undang-Undang Peradilan Anak. Oleh karena itu maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terutama pasal 45, 46, 47 yang sebelumnya merupakan inti dasar Hukum Pidana Anak, telah diganti dan tidak berlaku lagi. Pemikiran dan usaha untuk memberikan perlindungan kepada anak tersebut selanjutnya dapat dilihat dengan telah dibentuknya lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam bidang anak, seperti Bapas (Balai Pemasyarakatan), Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Anak, Panti Asuhan dan lembaga sosial lainnya yang bertujuan untuk mengembalikan orang-orang yang telah melanggar hukum, seperti pada waktu ia belum melanggar hukum, sebagai masyarakat yang patuh hukum.

Seorang anak yang menurut Undang-Undang diangga belum dewasa, tidak dapat diminta pertanggung jawaban sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukannya, karena ia sebenarnya belum mengerti atau belum tahu menilai mana yang baik dan buruk tentang tidak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian di dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 digariskan tiga kemungkinan pilihan bagi Hakim untuk mengambil tindakan yang dianggap paling penting diputuskan terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Bagi hakim yang menangani perkara anak yang melakukan tindak pidana harus dapat memahami dengan baik tentang latar belakang dari anak, keluarga dan lingkungannya, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mendorong si anak melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian Hakim dapat menentukan putusan apa yang terbaik dijatuhkan terhadap diri anak, sehingga putusan tersebut dapat mencapai sasaran dengan tujuan pemidanaan.    Untuk keperluan tersebut di atas, hakim dalam menjalankan fungsinya  adalah  untuk  menyelenggarakan  Penelitian  Kemasyarakatan atau yang disingkat  Litmas  terhadap tersangka anak yang melakukan  tindak pidana. Berdasarkan petunjuk  teknis  Menteri Kehakiman  RI  No : M.01.PK.04.10  Tahun 1998 Bapas menerima permintaan pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan. Dari Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Bapas atas perintah Pengadilan Negeri (dalam hal ini Hakim), Hakim akan memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang diri anak, sebab dalam Litmas tersebut tersedia data yang autentik dan diagnostik tentang kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, keagamaan, dan kepribadian seorang anak yang akan diajukan ke persidangan. Data-data ini sangat diperlukan dan bermanfaat sekali bagi hakim dalam mempertimbangkan keputusan yang akan dijatuhkan. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan anak tersebut, Hakim berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : 03-UM,11.06 Tahun 1991 Tentang Perubahan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Kehakiman RI No : M.06-UM.01.06 Tahun 1983 Tentang Tata Tertib Persidangan dan Tataruang sidang, wajib menegaskan pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan anak kepada Pembimbing Pemasyarakatan (Bapas) Petugas Bapas berdasarkan fungsinya juga wajib mengikuti persidangan sehubungan dengan Litnas yang telah dibuatnya dan di dalam persidangan, petugas Bapas diminta oleh hakim untuk memberikan penjelasan tentang Litmas tersebut untuk itu Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan mempunyai peran yang besar dalam rangka Litmas yang dibuatnya sebagai bahan pertimbangan bagi Hakim dalam memutuskan perkara pidana anak sehubungan dengan pembinaannya, karena Pembimbing Kemasyarakatan di dalam Litmasnya memberikan arah ke mana seharusnya anak itu dititipkan dalam penjatuhan putusan

 

Kata kunci  :  Penelitian Kemasyarakatan Dari Bapas Anak


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013