ANALISIS SURAT KEPUTUSAN KAPOLRI NOMOR 702 / IX / 2005 TANGGAL 30 SEPTEMBER 2005 TENTANG SEBUTAN, PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS SERAGAM POLRI DAN PNS POLRI DIKAITKAN DENGAN LARANGAN PENGGUNAAN JILBAB BAGI ANGGOTA POLWAN

RA. HENY SULASTRY - A11107379

Abstract


Larangan penggunaan jilbab bagi anggota polwan secara tertulis memang tidak ada. Namun dalam prakteknya, seorang Polwan tidak diijinkan oleh Pimpinan Polri untuk menggunakan jilbab pada saat melaksanakan kedinasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Penggunaan jilbab hanya diperbolehkan untuk Polwan yang bertugas di Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sedangkan untuk Polda lain, belum ada aturan yang menjelaskan apakah berjilbab itu diperbolehkan atau dilarang. Hal ini dikarenakan di dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor : 702/IX/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Sebutan, Penggunaan Pakian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri, jilbab hanya diperuntukkan bagi Polwan yang berdinas di Polda Nanggroe Aceh Darussalam. Namun tidak dijelaskan pula apakah di Polda lain dapat menggunakan jilbab atau tidak. Mengingat penggunaan jilbab adalah kewajiban untuk seluruh wanita muslim tanpa terkecuali, artinya penggunaan jilbab bagi seorang anggota Polwan tidak hanya terfokus pada salah satu Polda saja melainkan juga dapat diberlakukan bagi anggota Polwan yang beragama Muslim di Polda-Polda lain. Penggunaan jilbab bagi anggota Polwan bukan merupakan bantahan terhadap konsep Negara hukum melainkan hak dan kewajiban dari warga Negara yang dijamin berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana yang termuat dalam pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Jelas bahwa pelarangan penggunaan jilbab tidak sejalan dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi kerangka tertinggi peraturan perundang-undangan dan konstitusi. Sebagai Negara yang berlandaskan Pancasila yang mengakui keragaman, maka pemerintah berkewajiban dalam hal ini untuk menjamin terciptanya kebebasan beragama, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi mengamanatkan bahwa kebebasan beragama itu dijamin penuh oleh negara sebagai bagian dari prinsip Negara kita yang mengakui perbedaan. Pelarangan penggunaan jilbab bagi anggota Polwan tidak hanya ditinjau dari segi kewajiban berjilbab itu sendiri juga harus dipandang sebagai kebebasan bagi setiap warga negara untuk menjalankan apa yang diyakininya tanpa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang abdi negara yang sejatinya melaksanakan tugas dengan profesional, bermoral dan bersahaja.

Beberapa Polda memang pernah mengeluarkan kebijakan tersendiri yang memperbolehkan anggotanya untuk menggunakan jilbab. Namun seiring berjalannya waktu, penggunaan jilbab ini masih menjadi perbincangan di kalangan Polwan karena secara resmi belum diatur lebih lanjut apakah bagi Polwan yang berdinas di luar Polda Aceh, khususnya bagi Polwan yang beragama Islam diijinkan untuk menggunakan jilbab pada saat menjalankan tugas. Hal ini memerlukan kajian yang mendasar baik dari segi syariat Islam, Peraturan di Kepolisian serta kacamata Hukum Tatanegara dan perspektif HAM guna menentukan ketentuan yang tepat tentang penggunaan jilbab bagi anggota Polwan dalam melaksanakan tugas di institusi Kepolisian Beberapa waktu lalu, terjadi pertentangan mengenai larangan penggunaan jilbab bagi muslimah yang bekerja di sebuah institusi kesehatan. Hal ini memicu terjadinya perlawanan dari kalangan muslimah yang menolak pelarangan penggunaan jilbab pada saat bekerja karena hal itu dianggap oleh sebagian kalangan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dalam hal kebebasan menjalankan syariat agama yang secara jelas telah dijamin oleh negara seperti termuat di dalam pasal 29 UUD 1945 bahwasannya negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing Dalam sudut pandang Islam, seorang muslimah tidak boleh dilarang untuk menjalankan kewajiban yang diwajibkan oleh Allah SWT kepadanya. Mahir Abdullah (2011) mengemukakan bahwa pelarangan atas hal itu merupakan perkara yang tidak bisa diterima akal dalam kondisi apapun Bahkan dalam ajaran Islam itu sendiri, memakai jilbab bagi muslimah telah menjadi kewajiban asasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW sebagaimana ditegaskan Allah SWT   “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 59) Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim memberikan jaminan bagi setiap muslim untuk menjalankan ibadah dan ajaran Islam termasuk penggunaan jilbab itu sendiri. Secara konstitusi, tidak ada aturan yang melarang seorang wanita muslimah  untuk menggunakan jilbab pada saat melakukan kegiatan baik di dalam maupun di luar rumah. Apalagi pada saat ini, jilbab bukan merupakan identitas ke-Islaman semata tetapi telah berkembang di kalangan masyarakat dan semakin banyak wanita muslim yang menyadari bahwa menggunakan jilbab adalah salah satu bagian dalam menjalankan syariat.   Berbeda dengan negara-negara yang pernah membuat aturan mengenai pelarangan pengunaan jilbab. Rusia misalnya pernah melarang semua wanita muslimah yang ada di negaranya untuk menggunakan jilbab di dalam lingkungan kampus atau perkuliahan. Hal ini didasari pada konsep negara sekuler yang dianut oleh Rusia. Namun seiring berjalannya waktu Rusia memberikan kebebasan bagi wanita muslimah untuk menggunakan jilbab tanpa persyaratan apapun dikarenakan jumlah wanita muslimah yang mengenakan jilbab sudah tidak terbendung perkembangannya Lantas bagaimana jika pada kenyataannya, terdapat aturan yang menyiratkan larangan bagi seorang muslimah untuk menggunakan jilbab? Apakah larangan tersebut merupakan pelanggaran akan kebebasan dalam menjalankan kewajiban bearagama? Dapatkah larangan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia? Salah satu contoh, seorang wanita yang berprofesi di dunia kemiliteran dilarang untuk menggunakan jilbab. Hal ini terjadi di institusi Kepolisian yang melarang seorang anggota Polwan untuk mengenakan jilbab pada saat menjalankan tugas. Yang menjadi permasalahan mengapa anggota Polwan yang berdinas di Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) diijinkan untuk menggunakan jilbab bahkan secara khusus diatur penggunaannya di dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 702/IX/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri Dan PNS Polri, sedangkan bagi anggota Polwan Polda lain tidak diatur sama dengan Polwan yang berdinas di Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Hal ini tentu menjadi tanda tanya besar mengapa terdapat perbedaan pelaksanaan peraturan mengenai seragam dinas anggota Polwan tersebut

 

Kata Kunci  : PENGGUNAAN JILBAB BAGI ANGGOTA POLWAN


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013