PELAKSANAAN PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

ADE PUTRA - A11110209

Abstract


Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Di Provinsi Kalimantan Barat”. Dalam Skripsi ini, penulis mengangkat masalah penelitian tentang “Bagaimana Pelaksanaan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut diatas di dalam Pembentukan Peraturan Daerah Di Provinsi Kalimantan Barat”.

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu metode yang mencari jawaban dan memecahkan permasalahan-permasalahan dengan didasarkan pada data-data yang ada dilapangan pada saat penelitian ini dilaksanakan.

Dari penelitian yang penulis lakukan, hasil penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Di Provinsi Kalimantan Barat belum dilakukan secara maksimal dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi itu, saran yang dapat penulis berikan berdasarkan permasalahan yang timbul agar pelaksanaan pasal 96 UU No 12 Tahun 2011  dapat dilaksanakan secara maksimal adalah dengan menjalin kordinasi yang baik antara pihak pemerintah dan masyarakat maupun instansi-instansi terkait. Selain itu kegiatan terhadap kunjungan kerja, sosialisasi, ataupun seminar loka karya harus lebih ditingkatkan.

 

Pembentukan Peraturan Daerah mengatur tata cara hidup masyarakat dalam daerah tersebut, karena menyangkut kehidupan bermasyarakat, maka masyarakat berhak ikut serta dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa konsep partisipasi masyarakat berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintah tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peran serta dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan.[1] Pendapat tersebut juga terkandung dalam Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 5 huruf (g) “keterbukaan” UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut Philipus M. Hadjon, keterbukaan, baik “openheid” maupun “openbaar-heid” sangat penting artinya bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksaan wewenang secara layak.[2]

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah tidak lepas dari politik hukum. Politik hukum adalah proses pembentukan dan pelaksanaan sistem atau tatanan hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dalam negara secara nasional

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah, dalam pengaturannya sudah sangat jelas memberikan ruang menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan pemerintah, hal ini terlihat dari Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Undang-UndangTentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 139 ayat (1), “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda”. Kemudian juga diatur dalam Bab XI Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 96, berbunyi demikian: (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. (2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjunagn kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. (4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Dalam konteks otonomi daerah, amandemen UUD 1945 juga memberikan peluang yuridis bagi daerah untuk menetapkan perda dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.Dengan adanya otonomi daerah, tugas pemerintah daerah harus berusaha dan mampu mengembangkan diri, menggali potensi untuk kesejahteraan warganya dan sekaligus mempertanggungjawabkan atas pelaksanaan otonomi daerah. Lebih lanjut tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah, memberdayakan, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga sama, lebih menekankan pada tiga faktor yang mendasar yaitu: 1. Memberdayakan masyarakat; 2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas; 3. Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah.

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda). Partisipasi publik atau partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah merupakan hak masyarakat, yang dapat dilakukan baik dalam tahap penyiapan maupun tahap pembahasan. Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, secara jelas mengatur mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk Perda.

Partisipasi masyarakat dapat menunjukkan tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik. Dengan adanya partisipasi masyarakat yang tinggi maka kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah selalu berpihak kepada kepentingan masyarakat. partisipasi mendorong setiap warga masyarakat untuk mempergunakan hak nya dalam menyampaikan pendapat pada pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan nya baik secara langsung maupun tidak langsung

 

Kebijakan publik di daerah pada dasarnya dibuat oleh pemerintah daerah untuk mengatur kepentingan masyarakat daerah,oleh karena itu dalam perumusan dan penetapannya harus selalu mengikutsertakan masyarakat. Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik.

Hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan peraturan daerah dengan hukum ini hendaknya harus diperhatikan secara baik dan bijaksana oleh pihak-pihak yang terkait. Baik itu pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah maupun pihak-pihak yang berwenang.

Namun dalam kenyataan nya hak masyarakat masih kurang diserap ketika pembentukan Peraturan Daerah, karena dari sekian bentuk partisipasi masyarakat, yaitu a.rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Pada kenyataan nya masih dalam bentuk rapat dengar pendapat dan cenderung terbatas hal ini terjadi di DPRD Provinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan Direktori Produk Hukum Daerah Provinsi Kalimantan Barat dari 93 produk Peraturan Daerah ada 17 Peraturan Daerah yang aspirasi penyerapan hanya melalui dengan pendapat, sedangkan menurut Pasal 96 untuk menyerap aspirasi rakyat tidak hanya dari dengar pendapat sebagai satu-satunya cara membentk peraturan daerh partisipatif.

 

Kata kunci       :  PELAKSANAAN PASAL 96



Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013