PENERAPAN SYSTEM CONTRADICTOIRE DELIMITATIE DALAM PROSES PENGEMBALIAN BATAS TANAH DI KELURAHAN SUNGAI JAWI KECAMATAN PONTIANAK KOTA PONTIANAK
Abstract
Rumusan Masalah adalah “Faktor Apakah Yang Menyebabkan System Contraditoire Delimitatie Belum Dapat Diterapkan Oleh Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Penentuan Batas Tanah”, sedangkan tujuan penelitian ini adalah: Pertama: untuk mendapatkan data/informasi tentang penerapan system contradictoire delimitatie dalam menentukan batas tanah yang berbatasan di Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota, kedua: untuk mengungkapkan faktor penyebab pemegang hak atas tanah di Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota belum menerapkan system contradictoire delimitatie dalam penentuan batas tanah yang berbatasan, ketiga: untuk mengungkapkan akibat hukum bagi pemegang hak atas tanah di Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota yang tidak menerapakan system contradictoire delimitatie dalam penentuan batas tanah yang berbatasan, keempat: untuk mengungkapkan upaya yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional dalam penerapan system contradictoire delimitatie dalam penentuan batas tanah yang berbatasan. Adapun hipotesis penelitian ini adalah: “Bahwa Faktor Yang Menyebabkan System Contraditoire Delimitatie Belum Dapat Diterapkan Oleh Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Penentuan Batas Tanah di Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota Kota Pontianak Adalah Pihak Yang Berbatasan Tidak Hadir Dalam Penunjukan Batas, Dikarenakan Sibuk, Berdomisili Diluar Daerah Atau Tidak Jelas Pemiliknya”, sedangkan metode penelitian yang dipergunakan adalah metode Deskriptif Analisis, yaitu dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan, kemudian menganalisis fakta dan data tersebut untuk memperoleh kesimpulan yang terakhir. Adapun hasil penelitian ini adalah : Pertama : Bahwa system contradictoire delimitatie dalam menentukan batas tanah yang berbatasan di Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota dapat diterapkan sebagaimana mestinya karena pihak pemilik tanah yang berbatasan tidak hadir pada saat penentuan batas-batas tanah, Kedua: Bahwa faktor penyebab faktor penyebab pemilik tanah yang berbatasan tidak hadir dalam penunjukan batas tanah adalah dikarenakan sibuk, berdomisili diluar daerah atau, tidak jelas pemiliknya, Ketiga: Bahwa akibat hukum tidak diterapkan system contradictoire dilimitatie atau tidak hadirnya pemilik tanah yang berbatasan dalam kesepakatan penentuan batas-batas tanah adalah batas-batas tanah yang diukur bersifat sementara, masih ada catatan sengketa khususnya belum ada kesepakatan mengenai batas tanah, tidak dapat dibuatkan peta dasar pendaftaran tanah, dan belum dapat diterbitkan sertifikat hak milik atas tanah, Keempat: Bahwa upaya upaya yang dilakukan Kantor Badan Pertanahan Nasional dalam penerapan system contradictoire delimitatie dalam penentuan batas tanah yang berbatasan adalah memanggil para pihak, baik pihak yang mendaftarkan tanahnya maupun pihak pemilik tanah yang berbatasan untuk bermusyawarah untuk kesepakatan dalam menentukan batas-batas tanah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa dan rakyat Indonesia yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan dalam upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang berdasarkan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 jo pasal 2 ayat 1 UUPA mengamanatkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara yang dipergunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hakekat hubungan antara wilayah kesatuan Republik Indonesia dan bangsa Indonesia adalah bersifat abadi yang merupakan Karunia Tuhan Yang Maha Esa. Pengaturan mengenai bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, didalam wilayah negara Indonesia harus selalu dilandasi dengan upaya ke arah persatuan dan kesatuan bangsa untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat. Untuk menjamin adanya kepastian hukum tentang kepemilikan tanah, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c ditentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum atas kepemilikan tanah dilakukan pendaftaran tanah yang meliputi pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan sebagai tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat diterbitkan Sertifikat atas tanah. Untuk kepastian hukum tersebut, maka yang menyangkut pertanahan khususnya mengenai pemilikan dan penguasaan tanah meliputi, kepastian mengenai subyek hak yaitu orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah dan kepastian mengenai obyek hak yaitu letak tanah, batas-batas tanah serta luas bidang bidang tanah. Sehubungan untuk kepastian data fisik di lapangan maka diperlukan penempatan dan pemeliharaan tanda-tanda batas tanah oleh pemegang hak atas tanah berdasarkan kesepakatan pemilik tanah berbatasan, agar tidak menimbulkan sengketa diantara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Dalam penerapan pendaftaran tanah untuk kepastian hukum pemilikan tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dalam Pasal 17 ayat (3) menentukan bahwa penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaan tanda-tanda batas tersebut wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Dengan demikian kepastian hukum pemilikan tanah meliputi 2 hal, yakni : kepastian data fisik bidang tanah berupa lokasi, letak, batas-batas serta luas bidang tanah, dan kepastian data yuridis mengenai haknya berupa siapa subyeknya, ada tidaknya hubungan subyek lain atas bidang tanah tersebut dan hubungan subyek obyek. Selengkapnya dalam PP 24 Tahun 1997 dikenal dengan Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik yang terkait dengan obyek bidang tanah dan Pengumpulan Data Yuridis yang terkait dengan bukti kepemilikan dan hubungan hukum antara subyek obyek. Untuk memastikan bahwa batas-batas bidang tanah yang diukur adalah batas yang sebenarnya dan sekaligus untuk mencapai kepastian hukum mengenai obyek hak atas tanah tersebut, dalam penerapan pendaftaran tanah menurut PP 24 Tahun 1997 dikenal system Contradictoire Delimitatie yaitu pemasangan dan penetapan batas bidang tanah berdasarkan kesepakatan atau persetujuan batas dengan pihak pemilik bidang tanah yang berbatasan. Tujuan penerapan system Contradictoire Delimitatie adalah agar bidang tanah yang sudah diukur dan dipetakan tidak terjadi perselisihan atau sengketa mengenai batas-batasnya, sehingga pemilik tanah merasa aman dari sanggahan mengenai batas-batas tanah yang ditetapkan. Hal tersebut tentunya dapat terwujud apabila dalam penerapan pengukuran pemilik bidang tanah yang berbatasan hadir dilokasi pengukuran atau terjadi kesepakatan dalam pemasangan tanda batas sebagai Penerapan system Contradictoire Delimitatie
Key Word: Penerapan System Contradictoire Delimitatie, Hak Atas Tanah, Penentuan Batas Tanah
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013