PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN HEWAN DI POS PEMERIKSAAN LINTAS BATAS (PPLB) ARUK KABUPATEN SAMBAS DENGAN BIAWAK SERAWAK MALAYSIA TIMUR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMB
Abstract
Pada umumnya aktivitas perdagangan berupa kebutuhan rumah tangga, seperti sayur-sayuran, beras, gula, barang-barang kelontong, dan beberapa dagangan khususnya yang bersumber dari hewan. Untuk mengatur lalu lintas perdagangan tersebut, di Kecamatan Sajingan sudah ada Pos Pemeriksaan Lintas Batas dan Balai Karantina, yang diharapkan dapat mengatur keluar masuknya orang/barang dan perdagangan yang melibat kedua negara (Indonesia-Malaysia). Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang bermaksud untuk memecahkan serta menganalisis suatu masalah berdasarkan fakta-fakta yang terkumpul dan tampak pada saat penelitian dilaksanakan, sedangkan untuk mendapatkan data dan informasi digunakan teknik komunikasi langsung melalui wawancara Kapolsek Sajingan, Petugas Balai Karantina Aruk -Sajingan, Kepala Pos Pemeriksaan Lintas Batas Aruk, dan petugas Bea dan Cukai sedangkan teknik komunikasi tidak langsung melalui penyebaran angket kepada 10 (sepuluh) pedagang yang memperoleh ayam potong dari asal Serawak Malaysia Timur. Dari hasil penelitian diperoleh fakta-fakta bahwa perdagangan hewan dan tumbuhan dari Serawak-Malaysia ke Indonesia melalui PPLB Aruk tahun 2012 terdiri dari ayam potong sebanyak 1.600 ekor dan daging ayam potong yang sebagian dikemas dalam bentuk kotak dan fiber glass sebanyak 1.417 kg, telur ayam sebanyak 122.445 box, daging sapi sebanyak 500 kg, daging babi sebanyak 117 kg. Kemudian pada tahun 2013 ayam potong sebanyak 2.112 ekor dan daging ayam potong yang sebagian dikemas dalam bentuk kotak dan fiber glass sebanyak 715 kg, telur ayam sebanyak 143.014 box, daging sapi sebanyak 515 kg, daging babi sebanyak 211 kg. Sedangkan perdagangan hewan dari Indonesia ke Serawak Malaysia yang diperiksa melalui PPLB Aruk pada tahun 2012, terdiri dari ikan laut sebanyak 14 ton terdiri dari berbagai jenis ikan. Untuk ikan air tawar sebanyak 4 ton. Kemudian pada tahun 2013 (Oktober), ikan laut yang masuk ke wilayah Malaysia melalui PPLB Aruk sebanyak 23 ton dan ikan air tawar sebanyak 2 ton. Bahwa faktor-faktor penyebab belum diterapkannya sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan hewan pada Pos Pemeriksaan Lintas Batas Aruk Kecamatan Sajingan Kabupaten Sambas dikarenakan petugas, sarana dan prasarana Balai Karantina, sebagai penentu layak tidaknya hewan diperdagangkan dan kualifikasi tindak pidana berdasarkan kejadian masih sangat terbatas. Hal ini terbukti dari belum adanya Instalasi Karantina Hewan (IKH) adalah tempat untuk melakukan tindakan karantina terhadap hewan atau produk hewan sebelum dinyatakan dapat dibebaskan atau ditolak untuk dimasukkan dan diedarkan. Di samping itu juga kesadaran pedagang hewan masih rendah. Bahwa upaya yang dilakukan Balai Karantina dalam menanggulangi tindakan karantina terhadap perdagangan hewan di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia masih belum optimal, dikarenakan petugas, sarana dan prasarana kelengkapan karantina masih pada tahap pengusulan kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Kabupaten Sambas. Kawasan perbatasan antar negara memiliki potensi strategis bagi berkembangnya kegiatan perdagangan internasional yang saling menguntungkan. Kawasan ini juga berpotensi besar menjadi pusat pertumbuhan wilayah, terutama dalam hal pengembangan industri, perdagangan dan pariwisata. Di Indonesia terdapat empat provinsi yang wilayah daratnya berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Dari keempat daerah tersebut hanya Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Sarawak (Malaysia) yang telah menetapkan pos lintas batas resmi, yaitu Entikong – Tebedu (Kabupaten Sanggau) kemudian disusul Nanga Badau –Lubuk Antu (Kabupaten Kapuas Hulu) dan Aruk Kabupaten Sambas – Biawak Serawak Malaysia. Kawasan perbatasan khususnya di Kabupaten Sambas yang terletak di sebelah utara Propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia), sebagaimana kawasan perbatasan lainnya di Kalimantan memiliki potensi yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Selain memang adanya keterbatasan baik fisik maupun sosial ekonomi di daerah ini, juga dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Akibatnya antara lain adalah munculnya banyak permasalahan di kawasan ini, seperti kesenjangan ekonomi, ketertinggalan pembangunan, dan keterisolasian kawasan. Selama ini yang menjadi penggerak ekonomi warga di perbatasan RI-Malaysia – Aruk Kabupaten Sambas adalah adanya pedagang tradisional yang memanfaatkan minimnya infrastruktur di perbatasan. Mereka berdagang dengan cara membelinya di wilayah Malaysia membawanya dengan cara memikulnya ke wilayah Indonesia. Belakangan ini juga diramaikan oleh alat angkut Ojek. Sehingga adalah sesuatu yang biasa bila melihat adanya Iring-iringan pengojek gula melewati jalan berlubang dan belum beraspal dari Biawak, Serawak, Malaysia Timur. Mereka tidak peduli barang yang mereka bawa itu legal atau tidak, selama ini mereka mulus memasuki kawasan perbatasan Aruk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Kenyataan ini telah mendorong Pemerintah Kabupaten Sambas untuk memprioritaskan pengembangan kawasan perbatasan dan daerah tertinggal. Salah satunya adalah dengan pembangunan Pos Lintas Batas (PLB) Aruk-Biawak Kabupaten Sambas pada tanggal 18 Oktober 2009 diresmikan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri. Mengingat arus lalu lintas orang maupun perdagangan mengalami perkembangan yang cukup pesat, maka pada tanggal 1 Januari 2011, PLB Aruk-Biawak statusnya ditingkatkan menjadi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Dengan peningkatan status border ini, maka aktivitas perdagangan internasional diharapkan akan tumbuh pesat di daerah ini. Dengan diresmikannya Pos Lintas Batas (PLB) CIQS (Custom-Immigration-Quarantine-Security) Aruk-Biawak, maka masyarakat harus melintas menggunakan paspor. Dengan beroperasinya border tersebut diharapkan dapat meningkatkan kegiatan perdagangan internasional atau ekspor impor skala besar di masa yang akan datang. Karena wilayah perbatasan merupakan beranda terdepan negara. Pembangunannya menggunakan konsep pendekatan kesejahteraan yang diimbangi konsep pendekatan keamanan. Kabupaten Sambas secara historis memiliki interaksi yang tinggi dengan negara Malaysia, dalam bidang perdagangan, tenaga kerja, hubungan sosial maupun kekerabatan. Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Sambas khususnya di Desa Aruk Kecamatan Sajingan memiliki sumberdaya alam hayati berupa aneka ragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan merupakan modal dasar pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka peningkatan taraf hidup, kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, perlu dijaga dan dilindungi kelestariaannya. Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestariaan sumberdaya alam hayati tersebut adalah serangan hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan. Kerusakan tersebut dapat merugikan bangsa dan negara karena akan menurunkan hasil produksi budidaya hewan, ikan dan tumbuhan, baik kuantitas maupun kualitas atau dapat mengakibatkan musnahnya jenis-jenis hewan, ikan atau tumbuhan tertentu yang bernilai ekonomis dan ilmiah tinggi. Bahkan beberapa penyakit hewan dan ikan tertentu dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Berkaitan dengan masalah di atas, maka Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong Wilayah Kerja Aruk sebagai institusi strategis pertahanan Negara dari ancaman Penyakit Hewan dan Tumbuhan dan berada di garda terdepan melindungi sumberdaya hayati dan petani di wilayah perbatasan Indonesia (Aruk) – Malaysia (Biawak), yang sudah aktif sejak diresmikannya Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Aruk, selalu memberikan pengarahan kepada pelintas PPLB Aruk dan masyarakat sekitar tentang fungsi dan arti penting karantina pertanian itu sendiri yang memang merupakan hal baru bagi para pelintas di PPLB Aruk.
Keyword: PENERAPAN SANKSI PIDANA
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013