TINJAUAN NORMATIF MENGENAI KONSEKUENSI YURIDIS DEBITUR PAILIT TERHADAP KLAUSULA ARBITRASE DITINJAU MELALUI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG [STUDI KASUS PAILITNYA PT SRI MELAMIN REJEKI

CHINTYA INDAH PERTIWI - A01111016

Abstract


Klausula  arbitrase  merupakan  wujud  asas  kebebasan  berkontrak  para  pihak dalam pemilihan penyelesaian sengketa hukum atas kontrak bisnis mereka. Arbitrase merupakan  salah  satu  cara  penyelesaian  sengketa  perdata  di  luar  peradilan  umum. Namun demikian, tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui forum arbitrase. Salah  satunya  ialah  sengketa  tentang  pailit.  Pasal  303  (UUK-PKPU)  menegaskan bahwa  Pengadilan  Niaga  tetap  berwenang  memeriksa  dan  menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang di antara  para  pihak  memuat  klausula  arbitrase.  Ketentuan  tersebut  membuka kemungkinan terjadinya kepailitan debitor yang terikat dalam perjanjian atau klausula arbitrase  maupun  debitor  yang  sedang  berperkara  sebagai  pemohon  di  forum arbitrase.  Permasalahan  yang  diangkat  dalam  skripsi  ini  adalah  mengenai  dampak pailitnya  debitur  terhadap  kontrak  berklausula  arbitrase  di  luar  perkara  kepailitan pasca  Undang-Undang  Nomor  37  Tahun  2004  Tentang  Kepailitan  dan  Penundaan Kewajiban  Pembayaran  Utang  (UUK-PKPU)  serta  kewenangan  debitor  yang  telah dinyatakan pailit dalam meneruskan perkaranya selaku pemohon di forum arbitrase.  Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan  yuridis normatif dengan  metode  deskriptif  analitis,  yaitu  memfokuskan  pemecahan  masalah berdasarkan  data  yang  diperoleh  yang  kemudian  dianalisa  berdasarkan  ketentuan dalam  perundang-undangan  terkait  hukum  kepailitan  dan  hukum  arbitrase  dan alternatif  penyelesaian  sengketa  di  Indonesia,  literatur  serta  bahan  lain  yang berhubungan  dengan  penelitian  dan  penelitian  lapangan  untuk  memperoleh  data primer melalui wawancara dan selanjutnya data dianalisis secara yuridis kualitatif. Berdasarkan  penelitian  tersebut  diperoleh  hasil:  Pertama,  masih  terdapat perbedaan  pendapat  para  ahli  hukum  terhadap  wewenang  absolut  penyelesaian sengketa pailit yang berklausula arbitrase akibat dualisme hukum dalam UUK-PKPU pasal  303. Kedua, konsekuensi  yuridis  pailitnya  debitur terhadap klausula arbitrese adalah  tidak  batal  tetap  berlaku  secara  sah  dan  mengikat  para  pihak.  Ketiga, konsekuensi  yuridis  terkait,  timbulnya  disparitas  hukum  dalam  mendapatkan kepastian hukum. Keempat, debitor yang telah dinyatakan pailit dalam meneruskan perkaranya  selaku  pemohon  di  forum  arbitrase  pada  prinsipnya  dialihkan  kepada kurator.  Berangkat  dari  hal  tersebut  maka  peneliti  merekomendasikan  saran  sebagai berikut : merevisi kembali UUK-PKPU 2004, menghimbau para pihak menghormati isi  kontrak,  dan  bagi  majelis  hakim  harus  mempertimbangkan  putusan  secara  teliti dan cermat serta holistik sesuai perkembangan jaman dan historis kontrak.

Keyword:   Debitur Pailit, Klausula Arbitrase, Forum Arbitrase, Undang-Undang Nomor  37  Tahun  2004  Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU)


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013