PONTIANAK CINEMA CENTER

Kevin Chandra

Abstract


Maraknya konsep bioskop yang tergabung pada pusat perbelanjaan seolah menjadi pedang bermata dua. Dari segi komersialitas, bioskop mendapat keuntungan dari keramaian yang ditimbulkan. Gaya hidup manusia yang telah berubah menuntut adanya konsep penunjang disamping kegiatan utama bioskop sebagai tempat pemutaran film. Pusat perbelanjaan bukanlah jangkauan setiap kalangan, sehingga konsep bioskop zaman sekarang bukanlah untuk semua orang. Fenomena yang kemudian muncul adalah, bergesernya fungsi gedung bioskop di Kota Pontianak. Bioskop hanya menjadi pemicu orang mendatangi tempat utama dengan kebutuhan lain. Fungsi sekunder dari bioskop mencoba menarik perhatian konsumen, ketika orang tersebut melakukan aktivitas lain. Gedung bioskop memiliki nilai lebih melalui pewadahan aktivitas pendukung. Bioskop sebagai fasilitas terbaik perjumpaan masyarakat dengan film, kecenderungan bioskop yang dipergunakan sebagai daya tarik dari sebuah area komersial menimbulkan miskinnya variasi tempat untuk menonton. Gejala tersebut menyimpulkan perlunya bioskop dengan konsep ruang publik. Konsep ini membuat gedung bioskop sebagai titik penggerak dalam keseluruhan fungsi gedung, tidak hanya sebagai bioskop untuk menonton film, tapi sebagai ruang publik kota yang terus hidup walau fungsi utama fasilitas sedang berhenti. Bioskop sebagai mata rantai terakhir dari proses produksi film, bioskop akhirnya dapat menjelmah menjadi wujud etalase dan media apresiasi film secara utuh.

 

Kata kunci: Pontianak, Bioskop, pusat


Full Text:

PDF PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.26418/jmars.v3i2.13017

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Editorial Office/Publisher Address:
Department of Architecture, Faculty of Engineering, Universitas Tanjungpura Pontianak, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124, Kalimantan Barat, Indonesia. 

Email: jmars@untan.ac.id