STUDI PERBANDINGAN TENTANG PERBEDAAN PANDANGAN LARANGAN PERNIKAHAN SYARIFAH DENGAN NON SAYYID MENURUT HABAIB JAM’IYYAH RABITHA ALAWIYYAH PONTIANAK DENGAN MUI DI PONTIANAK
Abstract
Abstrac
Marriage has conditions and pillars that must be met, because it can affect the validity of the marriage. There are also other rules contained in the literature of classical fiqh books, including the concept of kafā'ah, namely equivalence between the prospective bride and groom in various matters including religion (din), descent (nasab), position (hasab) and the like. This concept of kafā'ah then gave birth to a law prohibiting marriage between Syarifah women and non-Sayyid men because they were considered not kufu' and damaged the noble and noble lineage of the Prophet Muhammad. The authors chose Jam'iyyah Rabiṭah Alawiyyah Pontianak, which is a community forum for the Habaib in Pontianak as the object of research, namely seeing from the point of view of the purpose of the establishment of the jam'iyyah which seeks to maintain and protect the lineage of the descendants of the Prophet Muhammad which has been stipulated in the Al-Quran and the hadith of the Prophet Muhammad. purity of lineage until the Day of Judgment, one way is by prohibiting the marriage of Syarifah with non-Sayyid, because it is considered not kufu', because they are in matters of kafā'ah prioritize lineage over other criteria. This research is very interesting to be studied further, therefore the authors are interested in examining the reasons and views of the leaders of the Pontianak Habaib Jam'iyyah Rabiṭah Alawiyyah in protecting and maintaining the lineage that they consider the most noble and authentic, including the prohibition of Syarifah's marriage with non-Muslims. Sayyid.
Then the problem is formulated that "How are the similarities and differences in views on the prohibition of marriage between Syarifah women and non-sayyid men according to Rabitha Alawiyyah Pontianak City?". The purpose of this study is to examine the views of Rabithah Alawiyah Pontianak on the marriage of Syarifah women with non Sayyid men Pontianak on the marriage of Syarifah women with non Sayyid men. The research method used in this research is empirical legal research, namely by disclosing data from research results that describe and analyze data obtained at the time of conducting research.
From the descriptions in CHAPTER III regarding Data Processing, it can be concluded that according to the view of the majority of Habaib Jam'iyyah Rabiṭah Alawiyyah Pontianak that a Syarifah is prohibited from marrying non-Sayyid men because they are not considered as sekufu' and for those descendants of the Prophet Muhammad there are differences. Therefore, the issue of kafā'ah, especially in terms of lineage, is of great concern to Habaib Rabiṭah Alawiyyah Pontianak. In its application, if a Syarifah marries a non-Sayyid man, then the children of their descendants cannot be attributed to the Prophet Muhammad. But this does not apply to the Sayyids, they have the right to marry anyone and the lineage of their children can still be attributed to the Messenger of Allah, because the lineage of a child is attributed to the lineage of his father.
Keywords: Marriage, Syarifah, Non-Sayyd
Abstrak
Pernikahan mempunyai syarat dan rukun yang harus dipenuhi, karena hal itu dapat mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan. Ada juga aturan lain yang terdapat dalam literatur kitab-kitab fiqih klasik yang diantaranya adalah konsep kafā’ah, yakni kesepadanan antara calon mempelai pria dan wanita dalam berbagai hal termasuk agama (din), keturunan (nasab), kedudukan (hasab) dan semacamnya. Konsep kafā’ah inilah kemudian melahirkan adanya hukum pelarangan pernikahan antara wanita Syarifah dengan laki-laki non Sayyid karena dianggap tidak kufu’ dan merusak nasab agung dan mulia dari Nabi Muhammad SAW. Penyusun memilih
Jam’iyyah Rabiṭah Alawiyyah Pontianak yang merupakan wadah komunitas para Habaib di Pontianak sebagai obyek penelitian yakni melihat dari segi tujuan berdirinya jam’iyyah tersebut yang berusaha menjaga dan melindungi nasabnya keturunan Rasulullah SAW yang telah di tetapkandalam Al-Quran dan hadits Nabu SWT terjaga kemurnian nasabnya sampai hari kiamat, salah satu caranya yakni dengan melarang pernikahan Syarifah dengan non Sayyid, karena dianggap tidak kufu’, sebab mereka dalam masalah kafā’ah lebih memprioritaskan nasab dibanding dengan kriteria yang lain. Penelitian ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, oleh karena itu Penyusun merasa tertarik untuk meneliti alasan-alasan dan pandangan para tokoh Habaib Jam’iyyah Rabiṭah Alawiyyah Pontianak dalam melindungi dan mempertahankan nasab yang mereka anggap paling mulia dan shahih, termasuk larangan perkawinan Syarifah dengan non Sayyid.
Rumusan masalah bahwa “Bagaimana Persamaan Dan Perbedaan Pandangan Larangan Pernikahan Wanita Syarifah Dengan Laki-Laki Non Sayyid Menurut Rabitha Alawiyyah Pontianak?”. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti pandangan Rabithah Alawiyah Pontianak terhadap pernikahan wanita Syarifah dengan laki-laki Non Sayyid. Metode penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu dengan mengungkapkan data dari hasil penelitian yang menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh pada saat melakukan sifat penelitian.
Hasil penelitian yang di capai bahwa menurut pandangan mayoritas Habaib Jam’iyyah Rabiṭah Alawiyyah Pontianak bahwa seorang Syarifah dilarang menikah dengan lakilaki non Sayyid karena dianggap tidak sekufu’dan bagi mereka keturunan Rasulullah SAW terdapat perbedaan derajat keutamaan dan kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang lain yang bukan keturunan Rasulullah.Oleh karena itu, masalah kafā’ah terutama dalam hal nasab sangat diperhatikan oleh Habaib Rabiṭah Alawiyyah Pontianak. Dalam penerapannya jika seorang Syarifah menikah dengan laki-laki Non Sayyid, maka anak dari keturunan mereka nasabnya tidak dapat dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi para Sayyid, mereka berhak menikah dengan siapapun dan nasab dari anak-anaknya masih tetap bisa dinisbatkan kepada Rasulullah, sebab, nasab seorang anak itu dinisbatkan kepada nasab ayahnya.
Larangan pernikahan yang disebabkan oleh adanya kafā’ah, secara hukum Islam hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena didalam pernikahan status kafā’ah bukan sebagai syarat sah pernikahan dan hanya sebagai sesuatu hal yang dipertimbangkan, artinya baik kafā’ah itu ada atau tidak, maka pernikahan tetap bisa dilaksanakan dan hukumnya sah, dengan syarat wali dan wanita tersebut riḍa dengan pernikahannya, tetapi kafā’ah bisa berubah status hukumnya menjadi syarat sah pernikahan dan bisa menimbulkan adanya pelarangan pernikahan ketika tidak ada riḍa dari wali atau dari wanitanya. Jika terjadi pernikahan yang tidak sekufu’kemudian wali atau wanitanya tidak riḍa dengan pernikahan tersebut, maka pernikahan tersebut hukumnya batal atau tidak sah dan boleh untuk difasakh. Jadi Syarifah boleh menikah dengan laki-laki non Sayyid dengan syarat walinya dan wanita Syarifah tersebut riḍa.
Kata Kunci : Pernikahan, Syarifah, Non-Sayyd
References
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A. Mustofa, 1997, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
Abd al-Rahman al-Jaziry, KITAB AL-Fiqh ‘ala al-MADZAHIB AL-Arba’ah, juz 4, Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, hlm. 118.
Abdul Hamid. 2009. Teori belajar dan pembelajaran. Medan. Daryanto. 2010. Belajar dan mengajar. Bandung: Cv. Yrama Widya.
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, 17 Habaib Berpengaruh Di Indonesia, (Malang:
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: kencana, 2003), hlm. 45-46.
Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, 1995, PP Hidayah at-Thullab, Kediri.
Abdurrahman Ba’alawi Musytarsyidin (Semarang: Toha Putra, t.t).
Abi Abdillah Abdis Salam, Ibanah al- Ahkam bi Syahri Bulug al-Maram (Beirut: Dar al- Fikr, 2008), III: 279
Amir Syariffudin, Meretas Kebekuan Ijitihad; Isu-isu Penting Hukum Islam Kontemporer Di Indonesia, Ciputat Press, (Jakarta, 2002) hlm. 174.
Asrorun Ni'am Sholeh, 2008, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan. Keluarga. Jakarta: Elsas
Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jilid 5. terj. Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani.
Beni Ahmad Saebani, 2008, Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang, Bandung, Pustaka Setia.
Bimo Walgito (2000) Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta, hal. 11
Bryan Craig (2009) Upaya mencapai kematian dalam pernikahan, Bandung: Indonesia Publishing House.
Djaren Saragih, 1992, Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi 2 (Handung: Tarsito.
Hasyim Assegaf, 2000, Derita Putri-Putri Nabi Studi Historis Kafa’ah Syarifah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ibnu Hajar al-Asqalani, 2013, Bulughul Maram, Riyadh: Ummul Qura.
Ibrahim Muhammad al-Jamal, 1986, Fikih Wanita, Semarang.
Idrus Alwi al-Mansyhur, 2008, Kafaah Syarifah dan Dasar Hukum Syariatnya, Jakarta: Rabithah. Alawiyah,.
Khairudin Nasution, 2005, Hukum Perkawinan 1: Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim, Yogyakarta: Academia & Tafazza.
Muhammad Hasan Aidid, 1999, Petunjuk Monogram Silsilah Berikut Biografi dan Arti Gelar Masing-masing Leluhur Alawiyyin. Penerbit Amal Saleh, Malang, tahun 1999
S. Umar Muhdor Syahab, S.Ag, tuntunan tanggung jawab terhadap Ahlul Bait dan kafa’ahnya.
Sayyid Sabiq, Fiqh SunnahJilid 3, Terjemah oleh Ismail Madarid Yahya, hlm.37.
Sayyid Umar Muhdhor Syihab, 2007, Kafa’ah Syari’at Pernikahan Keluarga Nabi SAW, Jakarta, El-Batul Publisher.
Zakiyah Darajat, 1995, Ilmu Fiqih Jilid 2, Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf:
Ahamadi Miru, 2013, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak Pustaka Basma.
Peraturan Peruang-Undangan
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: Humaniora Utama Press, 1991/1992), Hlm. 18.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2008), hlm. 15.
Deklarator Faham Ahlu Al-Sunnah Wa al-Jama’ah yang doktrinnya disebut al-Asy’ariyah
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, hlm. 847.
Direktorat Pembina Badan PA Islam, Himpunan Peraturan PP Dalam Lingkungan PA, (Jakarta, 2001), hlm. 131.
Jurnal
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari Juz VII,(Mesir, Daar al-kutub al-Ilmiyyah),
Farhat J. Ziadeh, 1957, Equality (Kafa’ah) In the Muslim Law Of Mariage” American Jurnal Of Comparative Law.
Website
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Rabithah_Alawiyah
Refbacks
- There are currently no refbacks.
E - Journal Fatwa Law
Published by : Faculty Of Law, Tanjungpura University