PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANGGOTA POLRI DALAM PROSES PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN CARA UNDERCOVER BUY OLEH DITRESKRIMUM POLDA KALBAR
Abstract
Krisis moral pada setiap jaman selalu ada, dari yang bersifat konvensional hingga yang bersifat modern. Salah satu bentu krisis moral yang terjadi saat ini disebabkan oleh semakin mudahnya untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang dulu dianggap tabu seperti konten pornografi atau pornoaksi. Data dari survey Kompas.com memperlihatkan bahwa pengguna internet di Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja semakin meningkat, dalam sebuah studi sebanyak 98% dari anak dan remaja responden mengaku tahu tentang internet dan 79,5% diantaranya adalah pengguna interet. Pengaruh internet terhadap anak-anak dan remaja juga semakin meningkat, bahkan menjadikan para pelaku prostitusi di kalangan pelajar juga semakin bertambah.
Bahkan yang lebih memprihatinkan, pelaku prostitusi melakukan kegiatannya bukan karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, tetapi untuk memenuhi kebutuhan akan gaya hidup seperti keinginan memiliki gadget terbaru, keinginan untuk berlibur, keinginan untuk bisa mendapatkan uang banyak, kendaraan, rumah dan lain lain. Demikianlah akhirnya prostitusi menjadi suatu komoditas bisnis yang menjanjikan keuntungan baik bagi pelaku, mucikari (germo) dan bisnis sampingan yang menggantungkan hidup padanya seperti makelar, jasa transportasi khusus, warung dan lain lain.
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana perlindungan hukum anggota polri dalam pengungkapan tindak pidana perdagangan orang khususnya modus eksploitasi seksual dengan cara melakukan pembelian terselubung (undercover buy) oleh Ditreskrimum Polda Kalbar”.
Penegakan hukum sangat perlu untuk dilakukan menanggapi masalah ini, bukan hanya untuk menyelamatkan para korban TPPO, tetapi juga untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjamin perlindungan dan pengayoman yang optimal. Seyogyanya upaya penegakan hukum dilakukan tidak hanya pada tataran represif atau penindakan-penindakan saja, melainkan juga perlu untuk dilakukan upaya pencegahan berupa kegiatan preemtif dan preventif.
Menanggapi kenyataan adanya tindak pidana prostitusi yang ada telah menyajikan opini bahwa pelaku prostitusi (khususnya pekerja seks komersial) hanyalah seorang korban sehingga tidak dapat dikenakan pidana. Mungkin dalam beberapa kasus, seorang penyidik dapat memberikan pengecualian dengan mempertimbangkan adanya teori Deelneming atau penyertaan. Deelneming memberikan penekanan bahwa sebenarnya tidak ada dalam satu peristiwa pidana di antara pelaku mempunyai kedudukan dan peranan yang sejajar. Hal ini dikaitkan dengan konteks pada pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP terlihat adanya suatu penyertaan yang tersusun yaitu 1) yang melakukan 2) yang menyuruh melakukan 3) yang turut serta melakukan 4) yang sengaja melakukan.
Kata Kunci : Perdagangan Orang
Refbacks
- There are currently no refbacks.
E - Journal Fatwa Law
Published by : Faculty Of Law, Tanjungpura University