PERLINDUNGAN ORANG ASING DALAM HUKUM INTERNASIONAL
Abstract
- A. Pendahuluan
Individu yang bertempat tinggal dalam suatu negara berupa warga negara dan bukan warga negara. Orang yang bukan warga negara ini disebut sebagai orang asing Untuk menentukan seseorang penduduk adalah warga negara atau bukan, hal tersebut diatur oleh hukum nasional dari masing-masing negara. Dalam hukum nasionalnya akan ditentukan siapa saja termasuk warga negaranya dan yang bukan. Meskipun masing-masing negara berwenang menentukan peraturan kewarganegaraannya yang diberlakukan dalam wilayah negara itu, tetapi negara tersebut juga harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional yang terdapat dalam perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional dan azas-azas umum hukum internasional mengenai kewarganegaraan (Yudha Bhakti Ardhiwisastra,2003: 9-10). Menurut J.G. Starke, arti penting status kewarganegaraan (Nationality) seseorang bagi hukum internasional adalah dalam hal :
- Pemberian hak perlindungan diplomatik di luar negeri. Setiap negara berhak melindungi warga negaranya di luar negeri.
- Negara yang menjadi kebangsaan seseorang tertentu akan bertanggungjawab kepada negara lain apabila negara itu melalaikan kewajibannya mencegah tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan atau negara tersebut tidak menghukumnya, setelah tindakan melanggar hukum itu dilakukan.
- Secara umum, suatu negara tidak boleh menolak atau menerima kembali warganegaranya sendiri di wilayahnya.
- Nasionalitas berhubungan erat dengan kesetiaan, dan salah satu hak utama dari kesetiaan adalah kewajiban untuk dinas militer di negara terhadap mana kesetiaaan itu di baktikan.
- Suatu negara mempunyai hak luas, kecuali adanya traktat khusus yang mengikatnya untuk melakukan hak itu, untuk menolak pengekstradisian warganya kepada negara lain yang meminta penyerahannya.
- Status musuh dalam perang dapat ditentukan oleh nasionalitas orang tersebut.
- Suatu negara melaksanakan yurisdiksi pidana dan yurisdiksi lainnya berdasarkan nasionalitas seseorang (J.G. Starke, 2003: 459).
Dengan demikian, cukup penting untuk terlebih dahulu menentukan status kewarganegaraan seseorang supaya tidak timbul keragu-raguan dalam penerapan hukum kepadanya. Apabila timbul keragu-raguan, maka aturan hukum yang dipergunakan adalah hukum nasional setempat yang diakui oleh orang tersebut atau hukum yang berlaku di negara yang diduga menjadi kebangsaan orang tersebut, demikian pendapat Russell J dalam perkara Stoeck v Public Trustee, sebagai berikut : Persoalan dari negara mana seseorang berasal pada akhirnya harus diputuskan oleh hukum nasional setempat dari negara yang diklaim oleh orang itu sebagai negaranya atau yang diduga sebagai negaranya . Prinsip tersebut sesuai pula dengan pasal 1 dan 2 The Hague Convention on the Conflict of Nationality Law 1930, berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 : Setiap negara untuk menentukan menurut haknya sendiri tentang siapa yang merupakan warganegaranya . Hukum ini harus diakui oleh negara-negara
lain sejauh hal tersebut konsisten dengan konvensi-konvensi internasional, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum yang umumnya diakui berkenaan dengan nasionalitas.
Pasal 2 : Setiap persoalan mengenai apakah seseorang yang berkewarganegaraan suatu negara harus ditentukan sesuai dengan hukum dari negara tersebut ( J.G. Starke, 2003: 460-461)
Dalam membahas persoalan perlindungan hukum internasional terhadap orang asing ini digunakan pendekatan doktrinal dan praktek pengadilan internasional. Dari pendapat para ahli hukum internasional, akan ditemukan azas-azas dan teori-teori hukum mengenai kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional. Azas-azas kewarganegaraan sebagai dasar utama pemberlakuan azas yurisdiksi dan tanggungjawab negara terhadap warga negaranya dan orang asing.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
ISSN 0853-2364