ASPEK-ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

. Arsensius

Abstract


Di Era globalisasi saat ini ditandai oleh semakin transparannya dunia. Seakan-akan dunia atau negara-negara yang berdaulat tanpa ada pembatas lagi diantara satu negara-dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemajuan perkembangan sarana teknologi komunikasi dan elektronika[1] Dengan perkembangan transaksi perdagangan atau bisnis moderen, kebutuhan hukum mengenai kontrak semakin diperlukan. Dalam bisnis internasional, peranan kontrak menjadi penting karena setiap transaksi-transaksi dagang dituangkan dalam berbagai bentuk kontrak tertentu[2] Suatu perubahan fundamental dalam kontrak bisnis internasioal adalah dengan pengunaan media elektronik sebagai sarana terbentuknya transaksi antara para pelaku usaha bisnis. Kondisi ini sangat berbeda dengan konsep tradisional tentang pengertian kontrak, yang kita kenal dalam sistem KUHPerd.[3]

Pengunaan sarana teknologi elektronik dalam transaksi, yang kemudian lebih dikenal sebagai transaksi elektronik. Pengunaan istilah dan pengertian transaksi elektronik tidak terdapat keseragaman[4]. Dalam hukum positif Indonesia, istilah dan pengertian transaksi elektronik dimuat dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Apabila para pihak yang melakukan transaksi dagang berasal dari satu negara dan tunduk pada satu sistem hukum yang sama, terhadap persoalan ini tidak akan timbul persoalan untuk penyelesaian hukumnya. Kondisi ini akan sangat berbeda, apabila salah satu pihaknya adalah pihak asing yang memiliki sistem hukum yang berbeda dengan hukum berlaku di Indonesia. Terlebih lagi, hingga saat ini, Indoensia belum memiliki perangkat hukum yang secara khusus mengatur tentang cyberspace, e-commerce, terutama transaksi elektronik.[5] Meskipun saat ini kita telah memiliki UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, namun pengaturan transaksi elektronik hanya diatur pada Bab V pasal 17 sampai dengan pasal 22. Ketentuan-ketentuan tersebut belum lengkap dan belum dapat menjawab berbagai persoalan yuridis mengenai pelaksanaan transaksi elektronik yang dilakukan oleh para pihak, dalam hal salah satu pihak berasal dari pihak asing yang tunduk pada hukumnya sendiri[6]. Demikian juga, apabila pelaksanaan transaksi elektronik yang dibuat di luar Negara Indonesia, serta bagaimana penyelesaian hukum terhadap masalah yuridis dari transaksi elektronik itu. Apakah diselesaiakan melalui badan peradilan atau arbitrase di Indonesia atau badan peradilan asing

UU Informasi dan Transasksi Elektronik, pada pasal 18 ayat (3) dan (4), hanya menentukan apabila para pihak tidak menentukan pilihan hukum dan pilihan forum yang akan diberlakukan bagi para pihak, maka akan diberlakukan asas-asas hukum perdata internasional dalam pelaksanaan transaksi elektronik, termasuk penyelesaian sengketa diantara para pihak. Permasalahan yang timbul dari pilihan hukum dan pilihan forum dalam transaksi elektronik dalam bidang perdagangan internasional ternyata tidak juga secara jelas dan tegas diatur pada Undang-Undang itu.


[1] Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, h. 145.

[2] Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, Refika Aditama, Jakarta, 2007, h. 1-2..Dengan mengutip pendapat David Reitzel dan Atiyah, mengenai arti penting kontrak dalam transaksi perdagangan internasional : Kontrak adalah lembaga hukum yang paling penting dalam transaksi ekonomi di masyarakat. Peran hukum kontrak bersifat sentral karena dengan meningkatnya produk yang dihasilkan pekerja berakibat meningkatnya peralihan produk itu dari seorang ke pihak lain. Dengan meningkatnya peran lembaga pembiayaan, maka akan mendorong manusia melakukan transaksi bisnis, oleh sebab itu kontrak menjadi semakin dirasakan.

[3] Niniek Suparni, Cyberspace Problematika Dan Antisipasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 63 .Dalam hukum perdata-bisnis, kegiatan di alam maya ini terjadi dalam bentuk kontrak dagang elektronik (e-commerce). Kontrak dagang tidak lagi merupakan paper-based economy, tetapi digital electronic economy. Pemakaian benda yang tidak berwujud semakin tumbuh dan mungkin secara relatif akan mengalahkan penggunaan benda berwujud.

[4] Mariam Darus Badrulzaman, Kontrak Dagang Elektronik Tinjauan Dari Aspek Hukum Perdata, Dalam Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, h. 283, selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I, ----Mengunakan istilah Kontrak dagang Elektronik, disamping terdapat istilah lain, yaitu WEB Contract, E-Commerce..Demikian juga pendapat Sutan Remy Syahdeini, E-Commerce Tinjauan Dari Presfektif Hukum Dalam Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, h. 333, selanjutnya disebut Sutan Remy Sjahdeini I, ----Electronic Commerce, atau disingkat E-Commerce meliputi seluruh spektrum kegiatan bisnis.

[5] Niniek Suparni, op cit, h. 30UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi belum secara lengkap mengatur mengenai pengunaan telekomunikasi melalui internet, oleh sebab itu kita masih memerlukan UU Internet (Law of Internet) dan UU Siber (Cyber Law) yang mengatur pengiriman dan penerimaan pesan elektronik melalui internet.

[6] Agus Sardjono, Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak Dalam Cross Border Transaction : Antara Norma Dan Fakta, Jurnal Hukum Bisnis, Vo. 27 No. 4 Tahun 2008, h. 11.Meskipun Indonesia telah memiliki UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, apakah UU itu sudah cukup melindungi pihak konsumen yang melakukan pembayaran keluar negeri dan mendapat masalah dengan pihak luar negeri. Apakah UU Transaksi Elektronik itu juga telah memiliki seperti electronic funds transfer act yang di berlakukan di Amerika SerikatNiniek Suparni, op cit, h 62.Masalah-masalah legal di internet yang belum dijangkau oleh perangkat hukum secara jelas antara lain kontrak online, privacy, e-commerce, pembayaran elektronis, tanggungjawab pembuat homepage, e-mail, dan chat.


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


ISSN 0853-2364