Penerapan Asas Equality Before The Law Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Tentang Bentuk Penahanan Pada Sidang Pengadilan Tipikor)
Abstract
Abstract
That the application of the principle of equality before the law in the enforcement of criminal law has not been implemented as a spirit that has been outlined by the Criminal Procedure Code which uphold Human Rights to rule out all forms of differences and backgrounds that exist in the accused of corruption. It is as in the Court Tipokor on PN. Semarang, PN. Jakarta, PN. Bandung, PN. Gorontalo, PN. Pontianak, which accused of corruption remains partly performed backing by the Court (Judge) in the form of placement in Hold State House, and the other remained stationed at the State House Hold. Judging from the background of the accused were transferred to City Detention form of detention is the defendant who has a position of political office (Mayor), civil servants (Sekretris Parliament), the Contractor, head of state, while the holder is not transferable form civil servants accused of category III Employees and Contractors. This shows the principle of equality before the law has not been implemented by the court (judge) because of the position or status (both politically and economically).
Key words : equality before the law
Abstrak
Bahwa penerapan asas equality before the law dalam penegakan hukum pidana saat ini belum terlaksana sebagaimana yang menjadi semangat yang telah digariskan oleh KUHAP yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dengan mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan latar belakang yang ada pada para terdakwa tindak pidana korupsi. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Pengadilan Tipokor pada PN. Semarang, PN. Jakarta, PN. Bandung, PN. Gorontalo, PN. Pontianak, yang mana terdakwa tindak pidana korupsi sebagian tetap dilakukan penahan oleh Pengadilan (Hakim) dalam bentuk penempatannya dalam Rumah Tahan Negara, dan yang lainnya tetap ditempatkan pada Rumah Tahan Negara. Dilihat dari latar belakang terdakwa yang dialihkan bentuk penahanannya menjadi Tahanan Kota adalah terdakwa yang mempunyai kedudukan dari jabatan politik (Walikota dan DPRD), PNS (Sekretris DPRD), Kontraktor, Kepala BUMN, sedangkan yang tidak dialihkan bentuk penahannya adalah terdakwa yang berstatus PNS Golongan III dan Pegawai Kontraktor. Ini menunjukan asas equality before the law belum dilaksanakan oleh Pengadilan (Hakim) karena kedudukan atau status (baik secara politik maupun ekonomi).
Kata Kunci : equality before the law
That the application of the principle of equality before the law in the enforcement of criminal law has not been implemented as a spirit that has been outlined by the Criminal Procedure Code which uphold Human Rights to rule out all forms of differences and backgrounds that exist in the accused of corruption. It is as in the Court Tipokor on PN. Semarang, PN. Jakarta, PN. Bandung, PN. Gorontalo, PN. Pontianak, which accused of corruption remains partly performed backing by the Court (Judge) in the form of placement in Hold State House, and the other remained stationed at the State House Hold. Judging from the background of the accused were transferred to City Detention form of detention is the defendant who has a position of political office (Mayor), civil servants (Sekretris Parliament), the Contractor, head of state, while the holder is not transferable form civil servants accused of category III Employees and Contractors. This shows the principle of equality before the law has not been implemented by the court (judge) because of the position or status (both politically and economically).
Key words : equality before the law
Abstrak
Bahwa penerapan asas equality before the law dalam penegakan hukum pidana saat ini belum terlaksana sebagaimana yang menjadi semangat yang telah digariskan oleh KUHAP yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dengan mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan latar belakang yang ada pada para terdakwa tindak pidana korupsi. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Pengadilan Tipokor pada PN. Semarang, PN. Jakarta, PN. Bandung, PN. Gorontalo, PN. Pontianak, yang mana terdakwa tindak pidana korupsi sebagian tetap dilakukan penahan oleh Pengadilan (Hakim) dalam bentuk penempatannya dalam Rumah Tahan Negara, dan yang lainnya tetap ditempatkan pada Rumah Tahan Negara. Dilihat dari latar belakang terdakwa yang dialihkan bentuk penahanannya menjadi Tahanan Kota adalah terdakwa yang mempunyai kedudukan dari jabatan politik (Walikota dan DPRD), PNS (Sekretris DPRD), Kontraktor, Kepala BUMN, sedangkan yang tidak dialihkan bentuk penahannya adalah terdakwa yang berstatus PNS Golongan III dan Pegawai Kontraktor. Ini menunjukan asas equality before the law belum dilaksanakan oleh Pengadilan (Hakim) karena kedudukan atau status (baik secara politik maupun ekonomi).
Kata Kunci : equality before the law
Full Text:
pdfRefbacks
- There are currently no refbacks.
Publisher :
Program Studi Magister Hukum
Universitas Tanjungpura
ISSN: 0216-2091