Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Dalam Penyelesaian Konflik Tata Batas Wilayah Antara Kabupaten Sambas Dengan Kabupaten Bengkayang
Abstract
Abstrak
Tesis ini membahas tentang kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam penyelesaian konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang. Di samping itu juga mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkapkan dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala sehingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum dapat menyelesaikan konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang dan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik tata batas wilayah tersebut.
Melalui studi kepustakaan dan lapangan menggunakan metode pendekatan hukum empiris serta metode penelitian kualitatif diperoleh kesimpulan, bahwa kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam penyelesaian konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang adalah memfasilitasi dan meminta Tim Penegasan Batas Daerah (Tim PBD) dari kedua kabupaten untuk menyelesaikan terlebih dahulu di tingkat kabupaten dengan melakukan survei lapangan bersama dengan mengacu pada dokumen dan data dari masing-masing kabupaten serta menyepakati hasil survei lapangan tersebut. Apabila tidak terjadi kesepakatan, baru dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala sehingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum dapat menyelesaikan konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang adalah sebagai berikut:
1. Belum ada kesepakatan mengenai titik batas (koordinat) dari kedua kabupaten;
2. Alokasi anggaran dari APBD Provinsi untuk fasilitasi penyelesaian tata batas sangat terbatas;
3. Banyaknya segmen batas yang ditangani oleh Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi Kalimantan Barat yaitu sebanyak 21 segmen batas;
4. Kondisi alam dan medan yang sulit untuk melakukan pengecekan titik batas dari kedua kabupaten; dan
5. Peta dasar (dokumen) yang berbeda dari kedua kabupaten, sehingga diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam menentukan titik batas (koordinat) yang tepat agar dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Sedangkan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang adalah:
1. Ketidakjelasan cakupan wilayah administrasi untuk penyelenggaraan kewenangan Pemerintahan Daerah;
2. Inefisiensi pelayanan kepada masyarakat (duplikasi);
3. Ketidakjelasan luas wilayah;
4. Ketidakjelasan administrasi kependudukan;
5. Ketidakjelasan daerah pemilihan berkenan dengan Pemilu dan Pilkada;
6. Ketidakjelasan administrasi pertanahan;
7. Ketidakjelasan perijinan pengelolaan sumber daya alam; dan
8. Kesulitan pengaturan tata ruang daerah.
Kata kunci : kebijakan – konflik – tata batas wilayah.
Abstract
This thesis discusses the policy of the Government of West Kalimantan in the resolution of conflicts between the boundaries between the Sambas district Bengkayang. In addition, it also has the goal of which is to reveal and analyze the factors that constrain the Government of West Kalimantan can not resolve the conflict between the boundaries between the Sambas district Bengkayang and impact as a result of the conflict is not solved, the region boundaries. Through the study of literature and the field of law approach using empirical and qualitative research
methods can be concluded, that the policy pursued by the Government of West Kalimantan in the resolution of conflicts between the boundaries between the Sambas district Bengkayang is facilitated and ask Region Emphasis Team (Team PBD) from both districts to finish first in the district to conduct a field survey along with a reference to the documents and data from each district, and agree on the results of the field survey. If there is no agreement, the new delegated to the Government of West Kalimantan Province.
The factors that constrain that West Kalimantan provincial government has not been able to resolve the conflict between the region boundaries with Bengkayang Sambas district are as follows:
1. There is no agreement on the boundary points (coordinates) of the two districts;
2. The allocation of the budget of the provincial budget to facilitate the settlement of the boundary is very limited;
3. The number of boundary segments are handled by Region Emphasis Team West Kalimantan as many as 21 segments of the boundary;
4. Natural conditions and terrain that is difficult to check the boundary points of the second district; and
5. the base map (documents) which is different from both districts, so that the necessary rigor and prudence in determining the boundary points (coordinates) the right to be accepted by both parties.
While the overall impact as a result of the conflict is not solved, the boundary region between the Sambas district Bengkayang are:
1. Lack of clarity scope of the authority administrative area for Local Government;
2. Public service inefficiencies (duplication);
3. An area of vagueness;
4. The vagueness of administration;
5. The lack of clarity is pleased with constituency elections and local elections;
6. The lack of clarity in land administration;
7. The ambiguity permitting the management of natural resources; and
8. The difficulty of the spatial arrangement.
Keywords: policy - conflict - lack of clear boundaries.
Tesis ini membahas tentang kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam penyelesaian konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang. Di samping itu juga mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkapkan dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala sehingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum dapat menyelesaikan konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang dan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik tata batas wilayah tersebut.
Melalui studi kepustakaan dan lapangan menggunakan metode pendekatan hukum empiris serta metode penelitian kualitatif diperoleh kesimpulan, bahwa kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam penyelesaian konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang adalah memfasilitasi dan meminta Tim Penegasan Batas Daerah (Tim PBD) dari kedua kabupaten untuk menyelesaikan terlebih dahulu di tingkat kabupaten dengan melakukan survei lapangan bersama dengan mengacu pada dokumen dan data dari masing-masing kabupaten serta menyepakati hasil survei lapangan tersebut. Apabila tidak terjadi kesepakatan, baru dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala sehingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum dapat menyelesaikan konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang adalah sebagai berikut:
1. Belum ada kesepakatan mengenai titik batas (koordinat) dari kedua kabupaten;
2. Alokasi anggaran dari APBD Provinsi untuk fasilitasi penyelesaian tata batas sangat terbatas;
3. Banyaknya segmen batas yang ditangani oleh Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi Kalimantan Barat yaitu sebanyak 21 segmen batas;
4. Kondisi alam dan medan yang sulit untuk melakukan pengecekan titik batas dari kedua kabupaten; dan
5. Peta dasar (dokumen) yang berbeda dari kedua kabupaten, sehingga diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam menentukan titik batas (koordinat) yang tepat agar dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Sedangkan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik tata batas wilayah antara Kabupaten Sambas dengan Kabupaten Bengkayang adalah:
1. Ketidakjelasan cakupan wilayah administrasi untuk penyelenggaraan kewenangan Pemerintahan Daerah;
2. Inefisiensi pelayanan kepada masyarakat (duplikasi);
3. Ketidakjelasan luas wilayah;
4. Ketidakjelasan administrasi kependudukan;
5. Ketidakjelasan daerah pemilihan berkenan dengan Pemilu dan Pilkada;
6. Ketidakjelasan administrasi pertanahan;
7. Ketidakjelasan perijinan pengelolaan sumber daya alam; dan
8. Kesulitan pengaturan tata ruang daerah.
Kata kunci : kebijakan – konflik – tata batas wilayah.
Abstract
This thesis discusses the policy of the Government of West Kalimantan in the resolution of conflicts between the boundaries between the Sambas district Bengkayang. In addition, it also has the goal of which is to reveal and analyze the factors that constrain the Government of West Kalimantan can not resolve the conflict between the boundaries between the Sambas district Bengkayang and impact as a result of the conflict is not solved, the region boundaries. Through the study of literature and the field of law approach using empirical and qualitative research
methods can be concluded, that the policy pursued by the Government of West Kalimantan in the resolution of conflicts between the boundaries between the Sambas district Bengkayang is facilitated and ask Region Emphasis Team (Team PBD) from both districts to finish first in the district to conduct a field survey along with a reference to the documents and data from each district, and agree on the results of the field survey. If there is no agreement, the new delegated to the Government of West Kalimantan Province.
The factors that constrain that West Kalimantan provincial government has not been able to resolve the conflict between the region boundaries with Bengkayang Sambas district are as follows:
1. There is no agreement on the boundary points (coordinates) of the two districts;
2. The allocation of the budget of the provincial budget to facilitate the settlement of the boundary is very limited;
3. The number of boundary segments are handled by Region Emphasis Team West Kalimantan as many as 21 segments of the boundary;
4. Natural conditions and terrain that is difficult to check the boundary points of the second district; and
5. the base map (documents) which is different from both districts, so that the necessary rigor and prudence in determining the boundary points (coordinates) the right to be accepted by both parties.
While the overall impact as a result of the conflict is not solved, the boundary region between the Sambas district Bengkayang are:
1. Lack of clarity scope of the authority administrative area for Local Government;
2. Public service inefficiencies (duplication);
3. An area of vagueness;
4. The vagueness of administration;
5. The lack of clarity is pleased with constituency elections and local elections;
6. The lack of clarity in land administration;
7. The ambiguity permitting the management of natural resources; and
8. The difficulty of the spatial arrangement.
Keywords: policy - conflict - lack of clear boundaries.
Full Text:
PDF ()Refbacks
- There are currently no refbacks.
Publisher :
Program Studi Magister Hukum
Universitas Tanjungpura
ISSN: 0216-2091