PRAKTEK PENGAMBILALIHAN TANAH OLEH PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN BARAT “STUDI KASUS PADA MASYARAKAT DAYAK IBAN DUSUN PAREH DESA SEMUNYING JAYA KECAMATAN JAGOI BABANG KABUPATEN BENGKAYANG”
Abstract
ABSTRACT
Land expropriation is apparently became quite serious discussion in the international community inline with the global food crisis that occurred in 2008. It immediately raises fears of country of its inability to meet the food for its own people. Realizing the impact of food scarcity would be bad for the life of a country. As a result, the "exploitation" of a number of commodities started by each country in order to maintain their food security. In Indonesia, land acquisition practices occured since the development of oil palm plantations in which the Indonesian government has launched the development of oil palm plantations in the frontier region (Indonesia and Malaysia) along 850 km with an area of 1.8 million hectares with a count of 1,000,000 million hectares will be developed in West Kalimantan Province. Therefore, the productive lands of indigenous peoples for agricultural land and plantation of rubber, local fruits such as durian, and mentawa is converted into oil palm plantations owned by the company. It is certainly threating the Indigenous Peoples who think and treat the land as the only place for their business of agriculture and a place to live. At the same time, the government has issued permits granted to large corporations. Problems of this research: How is the practices of land acquisition of the Indigenous Dayak Iban of Jaya Pareh sub village of Semunying village, Bengkayang District bythe Oil Palm Company, PT. Ledo Lestari and what are the impacts to the local community when their land is occupied by the company?.
In 2004, PT. Ledo Lestari got license to open oil palm plantation granted by the government of Bengkayang District. Afterwards, the company was directly executing the land clearing in the area of indigenous peoples' customary in where there woods for building materials, rattan to make a bidai (mats from rattan), many types of fruits, and the place for hunting. These activities are well-said as their source for income’s gathering, and the company came with no consent from the people.
The impacts of oil palm plantation development in the border region has caused changes in the condition of people’s livelihood who live and work in there, especially in Semunying Jaya. The impacts for instances, firstly is, socio-cultural aspect; conflict in society is occured and the loss of source of traditional medicine. Secondly is, environmental sspects; the loss of
2
Indigenous forests as the source of people’s livelihood and loss of clean water resources; Thirdly, economic aspect; loss of rattan as a source of soceity’s potential economy and the loss of plants and tembawang. Above-mentioned impacts are causing a crisis of agricultural land.
The conclusion is that the land acquisition practiced by PT. Ledo Lestari over the Indigenous Dayak Iban of Semunying Jaya by doing land clearing is only based on permits issued by local governments Bengkayang through Regent Decree Bengkayang Number . 13 / IL-BPN / BKY / 2004 dated December 20, 2004 regardings the granting of concessions for oil palm plantations to PT. Ledo Lestari of as large as 20,000 Ha area. There is no Indigenous Peoples’s consent . The impacts of company’s presence to the community are; the conflict in the community, source of traditional medicines disappear, indigenous forest been cleared, source of clean water is polluted, rattan as a source of the local economy is also missing,the community lost their agricultural land as well as lost thier plants growing like fruits that will lead to food crisis.
Keywords: Oil Palm, conflict, indigenous peoples, land expropriation, food crisis
ABSTRAK
Pengambilalihan tanah muncul dan menjadi pembahasan yang cukup serius di dunia internasional bersamaan dengan terjadinya krisis pangan global yang terjadi pada tahun 2008 silam. Hal tersebut langsung memunculkan ketakutan bagi negara akan ketidakmampuannya untuk mencukupi pangan bagi rakyatnya sendiri. Menyadari dampak kelangkaan pangan akan berakibat buruk bagi kehidupan sebuah negara, maka kemudian “eksploitasi” terhadap sejumlah komoditas mulai dilakukan oleh masing-masing negara demi menjaga keamanan pangan mereka. Di Indonesia sendiri praktek-praktek pengambilalihan lahan itu terjadi karena pembangunan perkebunan sawit, dimana Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan pengembangan pembangunan perkebunan kelapa sawit diwilayah perbatasan (Indonesia-Malaysia) sepanjang 850 km dengan luas 1,8 juta hektar dengan hitungan 1.000.000 juta hektar akan di kembangan di Provinsi Kalimantan Barat, sehingga tanah-tanah masyarakat adat yang produktif untuk lahan pertanian dan perkebunan baik itu karet, buah-buahan lokal seperti durian, langsat, mentawa beralih fungsi menjadi tanaman sawit yang miliki oleh perusahaan, hal ini tentu menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat adat, yang berangapan bahwa tanah merupakan satu-satu tempat usaha pertanian dan tempat untuk hidup, sementara di wilayah mereka, pemerintah telah mengeluarkan ijin usaha perkebunan sawit yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar.
Permasalahan penulisan ini adalah: Bagaimana Praktek-praktek pengambilalihan tanah pada Masyarakat Adat Dayak Iban Dusun Pareh Desa Semunying Jaya Kabupaten Bengkayang yang dilakukan oleh Perusahaan Sawit PT. Ledo Lestari dan Seperti apa dampak-dampak yang dirasakan oleh masyarakat ketika tanahnya sudah kuasai oleh pihak perusahaan PT. Ledo Lestari ?
Setelah Perusahaan PT. Ledo Lestari mengantongi ijin untuk membuka perkebunan sawit di Desa Semunying Jaya pada tahun 2004 dengan ijin yang diberikan oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Bengkayang maka perusahaan langsung mengarap lahan-lahan usaha masyarakat dengan cara melakukan pengusuran dan pembabatan hutan adat milik masyarakat adat semunying jaya yang didalam hutan adat terdapat kayu-kayu untuk bahan bangunan masyarakat, rotan-rotan untuk membuat bidai (tikar dari rotan), jenis-jenis buah-buahan,
3
tempat berburu dan itu semua merupakan sumber mata pencharian masyarakat adat Semunying Jaya tanpa terlebih dahulu musyawarah dengan masyarakat adat.
Dampak-dampak Pengembangan perkebunan kelapa sawit di kawasan perbatasan telah menyebabkan perubahan kondisi tatanan kehidupan masyarakat yang hidup dan tinggal di kawasan perbatasan khususnya di Semunying Jaya yaitu Pertama, Aspek sosial budaya Terjadinya konflik di masyarakat dan hilangnya Sumber obat tradisional hilang kedua, Aspek Lingkungan yaitu Hilangnya Hutan Adat yang menjadi sumber penghidupan dan Hilangnya Sumber air bersih . Ketiga, Aspek ekonomi yaitu hilangnya Potensi Rotan sebagai sumber ekonomi masyarakat dan Hilangnya Tanam Tumbuh dan Tembawang sehingga menimbulkan Krisis lahan pertanian
Kesimpulan bahwa Praktek-praktek pengambilalihan tanah pada Masyarakat Adat Dayak Iban Dusun Pareh Desa Semunying jaya yang dilakukan oleh Perusahaan Sawit PT. Ledo Lestari dengan cara melakukan pengusuran tanah-tanah masyarakat adat Dayak Iban Dusun Pareh Desa Semunying Jaya tanpa melalui musyawarah hanya didasarkan atas ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bengkayang melalui Keputusan Bupati Bengkayang Nomor 13/IL-BPN/BKY/2004 tertanggal 20 Desember 2004 tentang pemberian ijin lokasi perkebunan kelapa sawit kepada pihak PT. Ledo Lestari seluas 20.000 Ha. Dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat atas kehadiran perusahaan tersebut yaitu terjadinya konflik di masyarakat, Sumber obat tradisional hilang, Hutan Adat habis ditebang, Sumber air bersih tercemar, Potensi Rotan yang sebagai sumber ekonomi masyarakat juga hilang, dan diperparah lagi masyarakat tidak punya lahan pertanian, sementara Tanam Tumbuh buah-buahan juga sudah tidak ada lagi sehingga akan mengakibatkan krisis pangan.
Kata kunci : Sawit, konflik, masyarakat adat, pengambilalihan tanah, krisis pangan
Land expropriation is apparently became quite serious discussion in the international community inline with the global food crisis that occurred in 2008. It immediately raises fears of country of its inability to meet the food for its own people. Realizing the impact of food scarcity would be bad for the life of a country. As a result, the "exploitation" of a number of commodities started by each country in order to maintain their food security. In Indonesia, land acquisition practices occured since the development of oil palm plantations in which the Indonesian government has launched the development of oil palm plantations in the frontier region (Indonesia and Malaysia) along 850 km with an area of 1.8 million hectares with a count of 1,000,000 million hectares will be developed in West Kalimantan Province. Therefore, the productive lands of indigenous peoples for agricultural land and plantation of rubber, local fruits such as durian, and mentawa is converted into oil palm plantations owned by the company. It is certainly threating the Indigenous Peoples who think and treat the land as the only place for their business of agriculture and a place to live. At the same time, the government has issued permits granted to large corporations. Problems of this research: How is the practices of land acquisition of the Indigenous Dayak Iban of Jaya Pareh sub village of Semunying village, Bengkayang District bythe Oil Palm Company, PT. Ledo Lestari and what are the impacts to the local community when their land is occupied by the company?.
In 2004, PT. Ledo Lestari got license to open oil palm plantation granted by the government of Bengkayang District. Afterwards, the company was directly executing the land clearing in the area of indigenous peoples' customary in where there woods for building materials, rattan to make a bidai (mats from rattan), many types of fruits, and the place for hunting. These activities are well-said as their source for income’s gathering, and the company came with no consent from the people.
The impacts of oil palm plantation development in the border region has caused changes in the condition of people’s livelihood who live and work in there, especially in Semunying Jaya. The impacts for instances, firstly is, socio-cultural aspect; conflict in society is occured and the loss of source of traditional medicine. Secondly is, environmental sspects; the loss of
2
Indigenous forests as the source of people’s livelihood and loss of clean water resources; Thirdly, economic aspect; loss of rattan as a source of soceity’s potential economy and the loss of plants and tembawang. Above-mentioned impacts are causing a crisis of agricultural land.
The conclusion is that the land acquisition practiced by PT. Ledo Lestari over the Indigenous Dayak Iban of Semunying Jaya by doing land clearing is only based on permits issued by local governments Bengkayang through Regent Decree Bengkayang Number . 13 / IL-BPN / BKY / 2004 dated December 20, 2004 regardings the granting of concessions for oil palm plantations to PT. Ledo Lestari of as large as 20,000 Ha area. There is no Indigenous Peoples’s consent . The impacts of company’s presence to the community are; the conflict in the community, source of traditional medicines disappear, indigenous forest been cleared, source of clean water is polluted, rattan as a source of the local economy is also missing,the community lost their agricultural land as well as lost thier plants growing like fruits that will lead to food crisis.
Keywords: Oil Palm, conflict, indigenous peoples, land expropriation, food crisis
ABSTRAK
Pengambilalihan tanah muncul dan menjadi pembahasan yang cukup serius di dunia internasional bersamaan dengan terjadinya krisis pangan global yang terjadi pada tahun 2008 silam. Hal tersebut langsung memunculkan ketakutan bagi negara akan ketidakmampuannya untuk mencukupi pangan bagi rakyatnya sendiri. Menyadari dampak kelangkaan pangan akan berakibat buruk bagi kehidupan sebuah negara, maka kemudian “eksploitasi” terhadap sejumlah komoditas mulai dilakukan oleh masing-masing negara demi menjaga keamanan pangan mereka. Di Indonesia sendiri praktek-praktek pengambilalihan lahan itu terjadi karena pembangunan perkebunan sawit, dimana Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan pengembangan pembangunan perkebunan kelapa sawit diwilayah perbatasan (Indonesia-Malaysia) sepanjang 850 km dengan luas 1,8 juta hektar dengan hitungan 1.000.000 juta hektar akan di kembangan di Provinsi Kalimantan Barat, sehingga tanah-tanah masyarakat adat yang produktif untuk lahan pertanian dan perkebunan baik itu karet, buah-buahan lokal seperti durian, langsat, mentawa beralih fungsi menjadi tanaman sawit yang miliki oleh perusahaan, hal ini tentu menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat adat, yang berangapan bahwa tanah merupakan satu-satu tempat usaha pertanian dan tempat untuk hidup, sementara di wilayah mereka, pemerintah telah mengeluarkan ijin usaha perkebunan sawit yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar.
Permasalahan penulisan ini adalah: Bagaimana Praktek-praktek pengambilalihan tanah pada Masyarakat Adat Dayak Iban Dusun Pareh Desa Semunying Jaya Kabupaten Bengkayang yang dilakukan oleh Perusahaan Sawit PT. Ledo Lestari dan Seperti apa dampak-dampak yang dirasakan oleh masyarakat ketika tanahnya sudah kuasai oleh pihak perusahaan PT. Ledo Lestari ?
Setelah Perusahaan PT. Ledo Lestari mengantongi ijin untuk membuka perkebunan sawit di Desa Semunying Jaya pada tahun 2004 dengan ijin yang diberikan oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Bengkayang maka perusahaan langsung mengarap lahan-lahan usaha masyarakat dengan cara melakukan pengusuran dan pembabatan hutan adat milik masyarakat adat semunying jaya yang didalam hutan adat terdapat kayu-kayu untuk bahan bangunan masyarakat, rotan-rotan untuk membuat bidai (tikar dari rotan), jenis-jenis buah-buahan,
3
tempat berburu dan itu semua merupakan sumber mata pencharian masyarakat adat Semunying Jaya tanpa terlebih dahulu musyawarah dengan masyarakat adat.
Dampak-dampak Pengembangan perkebunan kelapa sawit di kawasan perbatasan telah menyebabkan perubahan kondisi tatanan kehidupan masyarakat yang hidup dan tinggal di kawasan perbatasan khususnya di Semunying Jaya yaitu Pertama, Aspek sosial budaya Terjadinya konflik di masyarakat dan hilangnya Sumber obat tradisional hilang kedua, Aspek Lingkungan yaitu Hilangnya Hutan Adat yang menjadi sumber penghidupan dan Hilangnya Sumber air bersih . Ketiga, Aspek ekonomi yaitu hilangnya Potensi Rotan sebagai sumber ekonomi masyarakat dan Hilangnya Tanam Tumbuh dan Tembawang sehingga menimbulkan Krisis lahan pertanian
Kesimpulan bahwa Praktek-praktek pengambilalihan tanah pada Masyarakat Adat Dayak Iban Dusun Pareh Desa Semunying jaya yang dilakukan oleh Perusahaan Sawit PT. Ledo Lestari dengan cara melakukan pengusuran tanah-tanah masyarakat adat Dayak Iban Dusun Pareh Desa Semunying Jaya tanpa melalui musyawarah hanya didasarkan atas ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bengkayang melalui Keputusan Bupati Bengkayang Nomor 13/IL-BPN/BKY/2004 tertanggal 20 Desember 2004 tentang pemberian ijin lokasi perkebunan kelapa sawit kepada pihak PT. Ledo Lestari seluas 20.000 Ha. Dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat atas kehadiran perusahaan tersebut yaitu terjadinya konflik di masyarakat, Sumber obat tradisional hilang, Hutan Adat habis ditebang, Sumber air bersih tercemar, Potensi Rotan yang sebagai sumber ekonomi masyarakat juga hilang, dan diperparah lagi masyarakat tidak punya lahan pertanian, sementara Tanam Tumbuh buah-buahan juga sudah tidak ada lagi sehingga akan mengakibatkan krisis pangan.
Kata kunci : Sawit, konflik, masyarakat adat, pengambilalihan tanah, krisis pangan
Full Text:
PDF ()Refbacks
- There are currently no refbacks.
Publisher :
Program Studi Magister Hukum
Universitas Tanjungpura
ISSN: 0216-2091