TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN PENGELOLAAN KEKAYAAN ALAM LAUT WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL OLEH PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR: 27 TAHUN 2007
Abstract
Proses pembentukan peraturan perundangan dalam kaitannya pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil seperti dituangkan dalam Undang-Undang nomor : 27 Tahun 2007,merupakan salah satu upaya dari pemerintahan untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan memberikan kewenangan yang ada pada pemerintah daerah baik provinsi maupun pemerintah daerah kota/kabupatenS Undang-undang ini diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan oleh berbagai sector terkait.Dengan demikian,dapat dihindarkan terjadinya tumpang tindih wewenang dan benturan kepentingan,Ruang lingkup peraturan dalam Undang-Undang ini meliputi Wilayah Pesisir,yakni ruang lautan yang masih terasa pengaruh lautnya,serta Pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi cukup besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya,lingkungan,dan masyarakat.
Dalam implementasinya,kea rah laut ditetapkan sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 Nomor 125,Tambah Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sedangkan kea rah daratan ditetapkan sesuai dengan batas kecamatan untuk kewenangan provinsi.
Kewenangan kabupaten/kota kea rah laut ditetapkan sejauh seper tiga dari wilayah laut kewenangan provinsi sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,sedangkan kearah daratan ditetapkan sesuai dengan batas kecamatan. Dalam pengelolaan sebagai dasa untuk melakukan pembangunan berkelanjutan di tetapkan agar: Pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan regenerasi sumber daya hayati atau laju inovasi substitusi sumber daya non-hayati pesisir; Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir saat ini tidak boleh di mengorbankan (kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan dating atas sumber daya pesisir:dan pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai.
Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya alam yang potensial di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan pulau-pulau kecil. Sumber daya ini sangat besar dan didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 Km.[1] Garis pantai yang panjang ini memiliki berbagai potensi di antaranya potensi hayati dan non hayati. Disepanjang garis pantai dan pulau-pulau kecil ini berdiam para nelayan yang sebagian besar masih pra sejahtera
Secara tradisional kekayaan alam laut dapat digolongkan ke dalam jenis-jenis hayati, dan non hayati, serta energi . Di samping pemanfaatan kekayaan alam laut dalam bentuk perikanan dan pertambangan , laut juga dapat digunakan untuk pelbagai kegiatan lain seperti misalnya, pengangkutan, pelabuhan, pemukiman, pariwisata, rekreasi dan Olah raga, serta tempat pebuangan limbah, disamping penggunaannya sebagai kawasan lindung atau konservasi
Di bandingkan dengan Negara maju di Indonesia pengelolaan wilayah pesisir dan lautan baru muncul ke permukaan setelah tahun 1992 yang diselenggarakan oleh United Nations conference on Envinment End Development (UNCED), yang diselenggarakan di ibukota Brazil Reo de Jenero, yang menghasilkan satu kesepakatan yang dikenal dengan sebagai Deklarasi Ria. Deklarasi Rio ini disertai dengan dua buah perjanjian internasional tentang perubahan ilkim dan keanekragaman hayati, Suatu deklarasi tentang hutan dan program aksi untuk dedekade selanjutnya sampai dedekade abad 21 yang dikenal sebagai agenda 21, yang berisi pedoman pelaksanaan pembangunan berkelanjutan oleh Negara-negara dimana kedalamannya termasuk Bab. 17 tentang perlindungan lingkungan laut termasuk wilayah pesisir, serta perlindungan, penggunaan secara rasional dan pembangunan kekyaan alam hayatinya.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rencana Pengelolaan memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan. Termasuk didalamnya Rencana Aksi adalah merupakan tindak lanjut rencana pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan
Penelitian dan pengembangan, pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya wajib: memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan;memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat; serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan
Untuk menjamin terselenggaranya Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara terpadu dan berkelanjutan, dilakukan pengawasan dan/atau pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, oleh pejabat tertentu yang berwewenang di bidang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan sifat pekerjaaannya dan diberikan wewenang kepolisian khusus. Pengawasan dan/atau pengendalian dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang menangani bidang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan sifat pekerjaan yang dimilikinya. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu memiliki berwenang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan terhadap perubahan perlu dilindungi melalui pengelolaan agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan dalam pengelolaannya sehingga dapat menyeimbangkan tingkat pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk
kepentingan ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang melalui pengembangan Kawasan Konservasi dan Sempadan Pantai.Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk: mengetahui adanya penyimpangan pelaksanaan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, serta implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir;mendorong agar pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya; memberikan sanksi terhadap pelanggar, baik berupa sanksi administrasi seperti pembatalan izin atau pencabutan hak, sanksi perdata seperti pengenaan denda atau ganti rugi; maupun sanksi pidana berupa penahanan ataupun kurungan
Kepentingan pusat dan daerah merupakan keterpaduan dalam bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti pertahanan negara, wilayah perbatasan negara, kawasan konservasi, alur pelayaran internasional, Kawasan migrasi ikan dan kawasan perjanjian internasional di bidang kelautan dan perikanan. RSWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jangka waktu berlakunya RSWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yaitu 20 (dua puluh) tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
SWP-3-K Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi sejalan dengan Pasal 23 ayat (3), dan RSWP-3-K Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sejalan dengan Pasal 26 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. RZWP-3-K Provinsi mencakup wilayah perencanaan daratan dari kecamatan pesisir sampai wilayah perairan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan dalam satu hamparan ruang yang saling terkait antara ekosistem daratan dan perairan lautnya. Skala peta Rencana Zonasi disesuaikan dengan tingkat ketelitian peta rencana tata ruang wilayah provinsi, sesuai dengan Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, merupakan kawasan yang dipergunakan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan pertambangan
Keyword : -Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013