FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KEJAHATAN PERDAGANGAN ANAK DIBAWAH UMUR SESUAI PASAL 83 UNDANG-UNDANG RI NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAKDITINJAU DARI SUDUT KRIMINOLOGI
Abstract
Tekanan ekonomi disertai dengan realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat dan pemerintah, selalu terkait dengan politik ekonomi. Selain itu tidak lepas dari luasnya sarana transportasi, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta bertambah luasnya komunikasi merupakan dampak dari globalisasi yang semakin menebarkan pesona keindahan dalamkehidupan kita. Penggambaran ketergantungan masyarakat yang menunjuk pada tingkat perekonomian Negara dan usaha pengembangan sumberdaya manusia negaraini yang masih dalam tahap kurang diperdulikan yang nantinya akan berimbas pada kita sebagai masyarakat yang ingin bertahan hidup (kurangmampu). Hal sepertiinilah yang memberikan beban tersendiri bagi beberapa orang atau kelompok masyarakat yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan kehidupan ekonomi, yang berujung pada sikap tindakan yang kurang terpuji bahkan mendapat nilai yang sangat rendah ditengah-tengah masyarakat karena mau tidak mau (secaraterpaksa) mereka akan melakukan sikap tindakan yang membuat mereka dapat bertahan hidup walaupun itu sangat beresiko. Hal ini yang dapat mengakibatkan masyarakat terjerumus dalam prostitusi. Apalagi di kalangan anak-anak yang masih pelajar amatlah riskan dalam terjadinya prostitusi tersebut sehingga terkadang para pelajar tersebut menjadi korban bahkan sekaligus menjadi pelaku perdagangan orang dalam hal seks atau prostitusi. Dalam hal yang lebih luas, sebetulnya kita sama-sama mengetahui bahwa Negara telah mengamanatkan untuk melindungi anak untuk itu diperlukan keseriusan segenap pihak dalam mengatasi persoalan anak, termasuk dilematika merebaknya prostitusi anak di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Namun untuk mengungkapkan permasalahan yang ada dalam menghadapi prostitusi anak-anak yang masih pelajar perlu diketahui penyebab pelajar terjerembab dalam prostitusi tersebut baik sebagai korban bahkan germo atau mucikari.Terlebih kota Pontianak di gadang-gadang akan menja di Kota LayakAnak. Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Faktor-Faktor Apa Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Kejahatan Eksploitasi Secara Ekonomi Seksual Sesuai Dengan Pasal 76 I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Ditinjau Dari Sudut Kriminologi?” Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Kejahatan Eksploitasi Secara Ekonomi Seksual Sesuai Pasal 76 I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Adalah Faktor Ekonomi, Kurangnya Pengawasan Dari Orang Tua Serta Faktor Lingkungan Pergaulan. Era globalisasi telah membuat kehidupan mengalami perubahan yang signifikan, bahkan terjadi degradasi moral dan sosial budaya yang cenderung kepada pola-pola perilaku menyimpang. Hal ini sebagai dampak dari pengadopsian budaya luar secara berlebihan dan tak terkendali oleh sebagian anak-anak dan remaja kita. Persepsi budaya luar ditelan mentah-mentah tanpa mengenal lebih jauh nilai-nilai budaya luar secara arif dan bertanggung jawab. Anak-anak sekarang ini sangat mudah untuk terpengaruh terhadap perkembangan zaman yang dibawa oleh budaya barat yang menyebabkan pergaulan yang tidak baik di kalangan anak-anak. Anak seperti ini sangat banyak ditemukan di kota-kota besar. Salah satu penyebab anak-anak ini mudah terpengaruh yaitu kurangnya pendirian serta kepercayaan. Sehingga sangat mudah untuk mengikuti perkembangan zaman yang diartikan kedalam hal negatif yaitu “Pergaulan Bebas.” Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan agama, moral, pendidikan, serta sosial. Maka dari itu harus ditanamkan nilai-nilai positif yang berbanding lurus dengan agama, sosial, moral dan pendidikan di kalangan remaja agar menghindari pergaulan bebas. Pergaulan bebas ini juga disebabkan kurangnya perhatian orangtua, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami istri di luar nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita lebih cenderung berbuat nekat (pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini. Tak bisa dipungkiri, bahwa kehadiran teknologi yang serba digital pada dewasa ini banyak menjebak anak-anak kita untuk mengikuti perubahan ini. Hal ini perlu didukung dan disikapi positif mengingat kemampuan memahami pengetahuan dan teknologi adalah kebutuhan masa kini yang tidak bisa terelakkan. Namun, filterisasi atas merebaknya informasi dan teknologi super canggih melalui berbagai media komunikasi seringkali terlepas dari kontrol. Pola perilaku budaya luar (dibaca: pengaruh era global), sering kali dianggap sebagai simbol kemajuan dan mendapat dukungan berarti di kalangan anak-anak dan remaja. Kemajuan teknologi informasi telah membawa ke arah perubahan konsep hidup dan perilaku sosial. Pengenalan dan penerimaan informasi dan teknologi tumbuh pesat bahkan menjadi suatu kebutuhan hidup. Masalahnya sejauh mana nilai positif dari kemajuan tersebut mampu dipilih dan dipilah secara cermat dan bertanggungjawab oleh anak-anak dan remaja. Ini sangat urgen (dibaca: sangat penting), karena persoalannya menyangkut masa depan anak-anak itu sendiri dan bisa jadi negara tercinta ini, akan kehilangan satu mata rantai generasi penerus (the loss generation). Sebagai bagian dari masalah-masalah sosial yang ada, kenakalan anak-anak merupakan masalah yang serius karena akan mengancam kehidupan suatu bangsa. Penyakit sosial anak-anak muncul sebagai akibat melemahnya pengertian dan kewaspadaan terhadap kebutuhan dan permasalahan usia anak itu sendiri. Sifat-sifat sulit diatur, berontak, merajuk, kumpul-kumpul, suka meniru, mulai jatuh cinta, hura-hura dan sebagainya, adalah rangkaian pola perilaku yang selalu muncul membayangi sisi kehidupan remaja. Laporan “United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of offenders” yang bertemu di London pada 1960 adanya kenaikan jumlah juvenile delinquency. Dalam kualitas kenakalan, dan peningkatan dalam kegarangan dan kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada tindak kejahatan individual. Juvenile delinquency ialah perilaku nakal (dursila), atau kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja.
Kata Kunci :Kejahatan, Eksploitasi Seksual danAnak
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013