EFEKTIVITAS GUGUS TUGAS DALAM MELAKSANAKAN PERDA PROVINSI KALBAR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK
Abstract
Perdagangan orang adalah suatu kegiatan illegal yang sangat melanggar hak azasi manusia. Pemerintah daerah pada dasarnya telah turt serta dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia. Dengan disahkan dan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perdagangan Orang Terutama Perempuan Dan Anak, diharapkan dapat membantu pelaskanaan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang khususnya terhadap wanita dan anak-anak. Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perdagangan Orang khususnya Perempuan dan Anak melalui Peraturan Daerah yang dibentuk oleh Gubernur yakni Gugus tugas terdiri dari lembaga dan instansi terkait didalamnya diharapkan mampu berkoordinasi dan bekerjasama dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Adanya faktor yang menyebabkan kurang efektifnya gugus tugas dalam rangka pencegahandanpemberantasanperdagangan orang diantaranya kurangnya koordinasi antara instansi danlembaga didalam gugus tugas, FaktorKurangnyaKoordinasiantarInstansi / Lembaga, FaktorKemiskinan yang masihtinggi di Kalbar, FaktorPendidikan yang rendah, SulitnyamencariLapanganPekerjaan Beberapa upaya untuk mengefektifkan gugus tugas, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2007 TentangPencegahandanPemberantasanTindakPidanaPerdagangan Orang terutamaperempuandananak diantaranya meningkatkankoordinasiantarInstansidanLembagadalamrangkapencegahandanpenanggulanganperdagangan orang, membukalapanganpekerjaan, melakukanpenegakanhukumterhadap pelaku perdagangan orang di Kalimantan Barat. Perdagangan terhadap manusia adalah suatu kegiatan illegal yang sangat melanggar hak-hak azasi manusia, seperti hak untuk hidup bebas dan bebas dari perlakukan keji yang tidak manusiawi. Hak-hak asasi manusia yang sudah diakui secara universal, idealnya haruslah dihormati dan dilindungi oleh semua pihak, baik negara, organisasi internasional antar-pemerintah (inter-governmental organizations) maupun non-pemerintah (non governmental organizations), orang-perorangan baik secara individual ataupun kolektif. Hanya dengan penghormatan dan perlindungan yang optimal, maka hak-hak asasi manusia benar-benar dapat ditegakkan dalam kehidupan nyata masyarakat baik nasional maupun internasional. Akan tetapi hal yang ideal itu tidak selalu terwujud dalam kehidupan nyata masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran atas hak azasi manusia dalam segala bentuk dan macamnya, dari tingkatan yang paling ringan hingga yang paling berat, hampir selalu terjadi di muka bumi ini. Meskipun secara kuantitatif mungkin peristiwa pelanggaran-pelanggaran itu hanya sebagian kecil saja jika dibandingkan dengan peristiwa penghormatan dan perlindungan hak-hak azasi mausia, namun peristiwa tersebut menimbulkan rasa khawatir bahkan rasa cemas di kalangan masyarakat. Dalam konteks pelanggaran atau kejahatan terhadap hak-hak azasi manusia atau kejahatan terhadap kemanusiaan atau secara lebih spesifik adalah terjadinya perdagangan terhadap manusia, akan ada beberapa persoalan mendasar yang dapat diajukan antara lain, siapa-siapa sajakah yang dapat melakukan pelanggaran atau kejahatan terhadap harkat dan martabat manusia dan dalam wujud apa saja pelanggaran tersebut dilakukan?, bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh untuk meminta pertanggung-jawaban kepada si pelaku pelanggaran?, bagaimana proses atau mekanisme pemaksaannya (enforcement) terhadap si pelanggar?, dan bagaimana pula kompensasi yang harus diberikan kepada sang korban atas penderitaannya sebagai akibat dari pelanggaran atas dirinya?. Kejahatan perdagangan orang pada saat ini, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi, bahkan dilakukan dengan cara yang cukup canggih dan bersifat lintas negara (trafficking lntemasional), terutama di daerah-daerah yang dekat dengan perbatasan seperti daerah Kecamatan Sajingan di Kabupaten Sambas dan Kecamatan Entikong di Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, sehingga telah menjadi salah satu bentuk tindakan kejahatan lintas negara yang dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok yang terorganisir maupun koorporasi. Korban diperlakukan seperti barang yang dapat dibeli, dijual kembali dan dipindahkan sebagai obyek komoditas yang menguntungkan pelaku kejahatan, Dalam konvensi lnternational Labour (ILO) No. 182 yang mengatur tentang defenisi trafficking yang tercantum dalam protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencegah, rnenanggulangi dan menghukum perdagangan manusia, mendefinisikan sebagai berikut : Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menculik, menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-ngiming) korban, menyalahgunakan kekuasaan, keinginan, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin/persetujuan dari orang tua, wali atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban, dengan tujuan untuk mengisap dan memeras tenaga (mengekploitasi) korban. Perdagangan manusia pertama kali dikemukakan pada tahun 2000 ketika Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemukakan Protokol untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku trafficking pada manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak sebagai suplemen Konvensi PBB untuk memerangi kejahatan terorganisasi lintas bangsa (Protokol Palermo). Krisis perekonomian yang terjadi di Indonesia berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan menyempitnya lapangan pekerjaan, sedangkan pada sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Meningkatnya angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan menjadi persoalan yang sangat rumit dipecahkan. Dampak dari hal tersebut menjadikan faktor kriminogen timbulnya berbagai macam kejahatan antara lain kejahatan terhadap nyawa, tubuh, harta benda, dan kesusilaan. Salah satu bentuk kejahatan yang timbul berkaitan persoalan ketenagakerjaan adalah tertipunya tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Persoalan tertipunya tenaga kerja dapat terjadi sejak saat rekruting maupun pada tahap pelaksanaan perjanjian kerja. Pada umumnya pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin mendesak membuat rnereka mau melakukan apa saja untuk bertahan hidup, dari kondisi ini banyak dimanfaatkan sekelompok orang untuk mencari keuntungan, berupa pengiriman tenaga kerja secara illegal. sehingga mereka terjerat pada persoalan-persoalan hukum, untuk menghindari hal tersebut mereka terpaksa mencari perlindungan pada broker-broker tenaga kerja yang mau mempekerjakan walaupun dengan upah yang sangat rendah dan tidak mendapat perlindungan hukum. Bahkan tenaga kerja dieksploitasi habis-habisan dan tejadi pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia, fenomena ini merupakan pelanggaran hukum dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pada umumnya yang menjadi korban adalah kaum wanita. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai trafficking atau perdagangan manusia, kejahatan semacam ini tidak saja terjadi di wilayah hukum Negara Indonesia, tetapi juga dapat terjadi pada wilayah negara lain, terutama negara-negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan yang menjadi korban adalah warga negara Indonesia.
Kata Kunci : Gugus Tugas dan Perdagangan Orang
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013